Menjadi anak-anak adalah masa paling
menyenangkan. Mendapat curahan cinta yang tak terhingga dari semua orang.
Termasuk kakek dan nenek, yang sering memanjakan cucunya ketimbang anaknya di
usia yang sama saat berumur kanak-kanak. Setelah lahir, saya hanya mengenal
kakek-nenek dari pihak mama dan nenek dari pihak papa.
Saat masih kecil, sebutan kakek dan nenek
tidak ada di kampung kami (ketahuan kan
hidup pada zaman apa?). Berbeda dengan sekarang, kakek dan nenek telah
menjadi lumrah terdengar. Nenek muane (nenek laki-laki) untuk menyebut kakek,
dan nenek baine (untuk menyebut nenek perempuan). Sampai berumur 12, tahun nenek
muane dan nenek baine menemani tumbuh kembangku. Karena nenek muane telah meninggalkan kami, menghadap pada Sang Pencipta, setelah berumur 12 tahun itu. Sementara nenek baine dari papa kami kurang memiliki kedekatan karena nenek baine dari papa sangat
jarang tinggal bersama kami. Terkadang dia berbulan-bulan di Makassar, kemudian
pulang kampung tapi tidak di rumah kami melainkan di rumah anaknya yang lain di
kampung sebelah.
Almarhun Nenek Muane dan Nenek Baine dari Mama |
Ada banyak kisah yang diceritakan nenek
muane. Ada Lajana’, si malas yang banyak akal dan rakus. Ada Cado’dong, seorang yang
berbudi baik yang akhirnya menjadi bintang di langit bersama ayam jantannya.
Ada juga si nenek pakame-kame, nenek yang merawat anak kecil sampai gemuk
kemudian memakan hatinya. Dari semua cerita itu yang paling berkesan adalah
Cado’dong yang menjadi bintang di langit. Setelah berkisah tentang Cado’dong
nenek muane berjanji akan menemani kami menyaksikan bintang Cado’dong sebelum
salat subuh. Maka keesokan harinya kami akan berlomba bangun dan menyaksikan
bintang seuai arah telunjuk nenek muane. Mungkin itu salah satu trik agar kami cepat bangun shalat subuh. Tapi sayangnya sampai hari ini bintang
yang benderang di sebelah timur itu belum mampu saya bedakan dengan
bintang-bintang lainnya.
Selain keahlian bercerita, nenek muane
sangat pandai membuat ketupat. Dia mampu membuatnya dalam berbagai model,
bayangkan saja model ketupat yang bisa dibuatnya sampai puluhan bentuk. Sapi,
kuda, burung dan lain sebagainya. Tapi sungguh disayangkan sampai meninggalnya,
ilmu itu tidak diwarisi oleh satupun keturunannya.
Itu tentang nenek muane, lain lagi
dengan nenek baine. Nenek baine adalah perempuan luar biasa. Dia tidak bisa
membaca, tapi pandai berdagang semasa masih kuat dulu. Dia tidak berpendidikan,
sekolahnya hanya sampai kelas 2 yang waktu itu masih Sekolah Rakyat, tapi
anak-anaknya tidak ada satupun yang tidak sarjana. Nenek baine adalah perempuan
dengan jiwa muda yang menggebu. Adik
mama sering berkata seandainya Indo' (Panggilan ibu di daerah Duri,
Enrekang) punya pendidikan mungkin sekarang dia telah menjadi pengusaha
besar. Di usia yang telah senja dia baru belajar
mengeja satu demi satu huruf hijaiyah dengan metode Iqra’. Alhamdulillah sekarang
sudah bisa membaca Al-Quran sekalipun masih terbata. Namun dia masih punya impian membacanya dengan tartil. Sungguh, nenek baine
adalah perempuan luar biasa. Selalu beruntai-untai doa dia panjatkan memayungi
anak dan cucunya untuk kebaikan dunia dan akhirat. Saat anak atau cucunya
meminta didoakan, maka disetiap salat wajib dan sunnahnya dia akan berdoa dan
keesokan harinya dia akan berpuasa.
Di sisi lain Nenek baine punya sesuatu
yang menarik. Nenek baine memiliki kepercayaan tertentu. Bukan tentang syirik
lho yah. Dan terkadang masih saya praktekkan sampai hari ini hehehe…
Pertama, kalau kentut itu ucapkan
‘samalla’, supaya kentut yang bau cuma tercium sendiri. Kalau mau semua orang
menciumnya ucapkan ‘pantalla’.
Kedua, kalau kekenyangan sampai pengen
muntah usapkan air diperut.
Ketiga, kalau melihat anjing atau kucing
sedang buang hajat, kaitkan antara jari telunjuk kiri dan kanan kemudian tarik
kearah yang berlawanan. Tarik sekuat-kuatnya tapi jangan sampai tautan jari
telunjuk terlepas.
Yang ketiga ini saya praktekkan lagi
kemarin. Soalnya saya jengkel melihat anjing yang sedang pup di gundukan bekas bahan
bangunan di samping jalan kompleks. Tidak berperikebinatangan kan?
Nenek Baine dari Papa |
Nenek baine adalah keturunan bangsawan
di tanah Duri yang bergelar Puang. Saat masih gadis dia dijodohkan dengan sesama
Puang. Namun nenek baine memilih pinangan seorang ustadz dari kalangan orang biasa. Sejak itu gelar Puang dan Andi tidak pernah lagi dipakai dikeluarga kami. Menurut
cerita mama, nenek muane ini adalah salah satu yang pertama menyebarkan
Muhammadiyah di bumi Massenrempulu. Sekalipun harus menjadi istri kedua dan
berbagi cinta dan materi dengan istri pertama, nenek baine rela. Karena alasan
pengetahuan agama dari nenek muane.
Nenek baine penggemar pisang. Buakan sembarang pisang. Pisang kepok
adalah buah yang harus selalu ada. Setiap hari pasar, Senin dan Kamis, semasa
saya masih anak-anak, beliau selalu menyuruh untuk membelikannya. Terkadang dengan
suka rela saya menunaikan suruhan nenek. Namun kadang pula meminta imbalan. Dan
yang lebih menjengkelkan saat sedang asyik bermain tiba-tiba nenek baine minta
dibelikan pisang. Jika sudah begini saya hanya mengambil uangnya dan
melanjutkan permainan. Setelah agak lama saya kembali ke rumah dan menyerahkan
uang nenek dan berkata sudah habis. Sikap inilah yang membuat saya benar-benar
menyesal setelah beliau meninggal dunia saat duduk di bangku Madrasah
Tsanawiyah dulu. Nenek baine meninggal di Makassar setelah berbulan-bulan tidak
pernah lagi mengunjungi kami karena sakit.
Betapa baik dan hebatnya mereka. Semoga kebaikan mereka, nenek muane dan
dua nenek baine pun melekat pada kami, keturunanya dan menjadi amal jariyah pada mereka. Aamiin. (Muj)
Wah, Nenek Anggo. hikz... jamassetopenawa bacai. Kungaran unapa jo curita2. Ja kukabudai sampe mi'cik subuh dikua nadikita jo' bintangna cado'dong (Y)
BalasHapusTerharu baca kisahnya banyak sekali pelajarannya.
BalasHapusNgomong2 saya tertarik dengan kisah Cado’dong. Masih ingat gak bintang yang ditunjuk sama Nenek muane? Kalau bisa bantu ciri2nya, nanti saya bantu tebak bintangnya