Jumat, 19 Desember 2014

Anomali

Mungkin telah sebulan ini, saya berusaha menyempatkan diri untuk olah raga pagi. Lari keliling lapangan. Bukan lari sih tepatnya tapi half lari, half jalan kaki. Half lari setengah lapangan, half jalan setengahnya lagi. Begitu terus berulang sampai 4 - 5 kali putaran.


Jadwal olah raga ini saya rutinkan empat kali dalam satu pekan. Selasa, rabu, jumat dan sabtu. Pemilihan hari ini bukan tanpa alasan. Senin dan kamis, biasanya puasa, jadi lebih mengsave energi ceritanya. Sementara hari ahad gak kepilih karena pengen berleha-leha di tempat tidur setelah shalat subuh. Hehehehe...

Setiap jadwal olah raga, saya menumpang mobil kakak yang melintasi dekat lapangan. Setelah berkeliling lapangan, saya akan kembali kerumah. Jaraknya kurang lebih 2 km. Tapi karena lewat lorong-lorong jadinya gak kerasa 2 km ditempuh berjalan kaki.

Namun pagi ini jadwal olah raga mengalami pergeseran dari biasanya. Saya ingin menyebutnya anomali, biar nyambung dengan judulnya wkwkwkwk (ini mah maksa). Seminggu kemarin olah raga tidak teratur. Jadinya badan menjadi kaku. Sehingga kamis pagi ini olah raga diluar jadwal. Anomali kan?

Melintasi lorong-lorong membuat saya bisa mengakses perumahan warga. Jadinya bisa jumpa-jumpa dengan orang yang tidak kita kenal. Beragam ekspresi yang saya temukan saat bersitatap dengan penghuni lorong. Ada yang tersenyum manis, ada yang menatap tanpa ekspresi, ada pula yang menatap heran. Tapi tak apalah, asal jangan melarang saya melintas hehehehe...

Saat melintasi lorong pagi ini, pun ada anomali lain. Seorang gadis cilik menatapku sinis. Usianya mungkin 3 atau 4 tahun. Setelah menatapku sinis, jari-jari mungilnya menekuk. Dia berbalik ke arah mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Auuuummm... Sambil mengaum dengan seringaian dia memandangi bayangannya yang terpantul dari badan mobil.

Sungguh saya sangat kaget melihatnya. Gadis kecil ini mempraktekkan menjadi manusia harimau. Dari mana dia belajar? Pastinya dari tontonan dari kotak ajaib alias televisi. Tontonan yang sangat tidak layak dilihat anak seusianya. Anak yang dalam masa emas pertumbuhannya. Anak yang akan mencontoh apa yang dilihatnya. Ahhh... Miris rasanya melihat anak-anak kecil dijejali dengan tontonan yang tidak semestinya. Bagaimana kelak masa depan bangsa jika generasi penerusnya merasa sebagai manusia harimau?

Siapa yang harus disalahkan? Mungkin tak patut kita mencari kambing hitam. Yang jelas kelakuan anak-anak tak lepas dari peran serta orang tua dalam pendampingannya. Tiba-tiba saya merasa tersentil. Bagaimana kelak jika saya menjadi orang tua?












Tidak ada komentar:

Posting Komentar