Duduk paling pojok di angkot (Makassar:
Petepete) adalah posisi paling nyaman buat saya. Di pete-pete cuma kami bertiga,
saya, seorang ibu umur lima puluhan tahun dan supir pete-pete. Mungkin karena
hujan penumpang sepi, pikirku. Pete-pete terus melaju seakan berlomba dengan
derasnya hujan.
Setelah berbelok ke jalan Pettarani,
hujan yang deras seolah kehilangan debit air. Hujan yang semula air dituang
dari langit berubah menjadi rintik-rintik.
Di depan Telkom, pete-pete berbelok
menuju arah Alauddin. Saat tiba-tiba ibu tadi setengah berteriak pada sopir.
“Daeng berentiki dulu,” pintanya pada
sopir petepete.
“Mauka beli rujak.”
Saya yang sedang asyik dengan dunia maya
hanya mendongak sekenanya karena permintaan ibu tadi ke Pak supir.
“Mas, rujaknya berapa?” teriak si Ibu
melalui jendela pete-pete ke panjual rujak.
“Delapan ribu, Bu,” jawab si tukang
rujak mendekati ibu itu.
“Wah, saya kira lima ribu Mas,” keluh si
ibu.
Hmmmm… Mungkin efek kenaikan bahan bakar
minyak, harga rujak pun mengalami kenaikan. Beberapa waktu yang lalu saya
membeli rujak harganya masih tujuh ribu.
“Adaji orang titip sama saya Mas minta
dibelikan. Tapi karena delapan ribu tidak jadiji,” ucap si ibu kemudian.
Saya mengira transaksi ini tidak
berlanjut karena ketidak sepahaman harga yang diajukan pembeli dan pedagang. Namun
beberapa saat kemudian Mas penjual rujak datang menghampiri si ibu membawa
sebungkus rujak. Mungkin karena hujan deras menjelang ataukah kata-kata
terakhir ibu itu akhirnya penjual rujak merelakan tiga ribunya.
Setelah menerima rujak dan uang
kembalian, bungkus rujak itu dibukanya. Bumbu rujak yang dibungkus plastik kecil
pun dibuka dengan tergesa-gesa sampai bungkus ulekan cabe terjatuh di lantai
petepete. Satu demi satu potongan buah itu dicocol ke bumbu dan cabe rujaknya
kemudian dimakan dengan lahap. Sangat lahap malah. Saya melongo melihat kelakuan ibu itu. Lho,
bukannya tadi rujak itu pesanan seseorang? Saya menarik nafas dalam-dalam
kemudian menghembuskannya, memang tidak sesuainya perkataan dan perbuatan telah
menjadi kebiasaan. (Muj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar