Minggu, 15 Juni 2014

Yang Tak Terungkap


Assalamu’alaikum Pa…

Bersama Papa (2009)
Papa apa kabar? Ah bagaimana aku akan bertanya kabar? Sedang aku tahu pasti bagaimana engkau sekarang. Sebagai pelipur lara, cukuplah kukabarkan tentang kami padamu. Alhamdulillah aku sehat, Pa. Sangat sehat malah. Semua tentu berkat Allah melalui tanganmu. Merawatku kala masih bayi sampai kanak-kanak dengan segala macam sakit. Sampai akhirnya bertumbuh sehat sampai dewasa. Gelar kesarjanaan pun telah kugapai. Namun sayang toga kebanggaan itu tidak pernah kau kenakan. Mama pun sehat Pa, malah semakin sehat. Dia penuh dengan keikhlasan. Papa pasti sangat bangga padanya. Keihklasannya sudah pasti karena pengajaranmu. Kakak dan adik-adik pun sangat sehat. Mereka berjuang untuk kebaikan yang Papa tanamkan dan contohkan. Papa bisa bangga kan?

Pa, aku ingin bercerita tentang kecemburuan. Aku cemburu pada teman-teman yang dinikahkan oleh Bapak-bapak mereka. Aku iri pada mereka yang pernah Papa nikahkan saat menjadi penghulu ketika aku masih remaja. Aku tak ingin seperti mereka. Aku hanya ingin Papa sendiri yang menikahkanku dan menyerahkanku pada suamiku kelak. Kala itu aku tak habis pikir bagaimana bisa Bapak-bapak itu menyerahkan perwalian nikah anak-anak perempuan mereka kepada Papa?  Mengapa mereka tidak menjabat langsung tangan-tangan lelaki yang akan menerima pengalihan tanggung jawab dari pundaknya? Tapi kini apa bedanya aku dengan mereka? Pada saatnya aku pun akan menikah tanpa Papa sebagai waliku. Padahal aku hanya ingin Papa. Bukan karena Papa tidak bertanggung jawab, Papa bukanlah lelaki seperti itu. Tapi kemana akan kusampaikan kecemburuan ini? Ruhmu telah terlepas dari raga yang kehilangan bentuk. Jasadmu pun telah terkubur dalam heningnya perkampungan para mayat.

Bodohnya aku, Pa. Penyesalan terbesarku saat ini saat engkau telah benar-benar pergi. Seminggu sebelum kepergian Papa, aku membaca diagnosa dokter tentang kecurigaan kanker hati yang menyerangmu. Kukumpulkan beberapa artikel tentang penyakit itu dan semuanya mengatakan kematian sebagai akibatnya. Namun kuhapus semua itu dari pikiranku, itu hanyalah diagnosa yang pasti salah. Papa masih terlalu dini untu meninggalkan kami, umur Papa masih tersisa sepuluh tahun atau lebih. Aku menyesal, Pa. waktu itu harusnya aku percaya dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin dengan Papa. Mengapa aku sangat bodoh tidak memperlakukanmu dengan sebaik-baiknya. Padahal engkau mendatangiku di Makassar membawakan waktu yang hanya tersisa satu minggu itu sebelum Allah memisahkan kita. Aku menyesal tidak menemani Papa selama itu menikmati suapan demi suapan bubur yang siap termuntahkan setiap berhasil ditelan. Sepiring bubur akan tandas jika aku berada di sisi Papa bercerita segala hal dan tertawa riang. Rasa mual yang melarangmu untuk makan pun lenyap. Tapi aku lebih mementingkan pekerjaanku. Dan membiarkan Papa makan hanya satu-dua suap tanpa kehadiranku karena alasan pekerjaan. Andai bisa sehari Allah mengembalikanmu pada kami, akan kuluangkan waktu sehari itu untukmu. Menemanimu makan tiga kali sehari sambil bercerita dan tertawa.

Pa, katanya hari ini International Father’s Day. Sekalipun kita tidak pernah merayakannya kan? Kali ini aku benar-benar ingin merayakannya denganmu. 

“Terima kasih karena telah menjadi Papa untukku, aku sangat bangga menjadi anakmu.” 

Sepenggal kalimat yang kukirimkan pada nomormu yang dibiarkan aktif sampai sekarang. Namun kembali kepedihan itu seakan menyayat-nyayat hati tatkala, kubuka sms itu dan membaca pesanku sendiri. Padahal dulu saat Papa masih bisa membaca sms, Papa akan sering bertanya kepada Mama tentang kami yang jarang berkirim pesan padamu. Aku merasa hidupku hanya terisi sesalan dan sesalan.

Papa aku benar-benar bangga padamu. Dimanakah dan akankah kudapat lelaki sebaik engkau? Lelaki dengan iman yang kuat pada Tuhannya. Lelaki penuh cinta dan kasih pada istri dan anak-anaknya. Lelaki sabar yang menghadapi kecerewetan istri dan tingkah nakal anak-anaknya tanpa keluh. Lelaki yang rela berangkat subuh dan pulang malam demi memenuhi kebutuhan isteri dan anak-anaknya. Lelaki yang akan mengurus makan, pakaiannya sendiri dan kadang pakaian istri dan anak-anaknya saat Mama kewalahan. Lelaki yang peduli pada urusan iman orang-orang disekitarnya. Ahh tidak akan cukup kata-kata menggambarkan rasa banggaku padamu. Engkau adalah lelaki luar biasa. Sementara Papa hanyalah tamatan SMP tapi mampu mengantarkan Mama, Kakak, aku dan adikku meraih gelar sarjana.

Dan kebanggan itu tak berhenti saat jasadmu telah tak berbentuk. Pengakuan nenek makin menggunungkan kebanggan dan cinta untukmu. Papa adalah menantu kesayangan nenek. Sejak Papa menikahi Mama, Papa selalu menyisihkan uangnya untuk diberikan kepada nenek tanpa sepengetahuan mama. Mama dan kami hanya bisa menangis saat nenek bercerita setelah kepergian Papa. Papa pergi bersama rahasia dan nenek telah membocorkannya. Aku yakin Papa hanya akan tersenyum khas jika tahu nenek telah menjadi ember bocor tentang kabaikanmu sejak 1981 sampai 2012.

Papa, aku sangat mencintaimu. Maafkan jika perasaan ini hanya terpendam menjadi perasaan yang tak terungkapkan. Dan aku menyesal tidak pernah sekalipun mengatakannya. Semoga Al-Fatihah sehabis shalat tersampaikan padamu sebagai rasa cintaku padamu. Semoga Allah kembali mengumpulkan kita dalam keabadian dan kebahagiaan syurga, seperti janji Papa ke Mama dipenghujung maut di hari ke sepuluh bulan sebelas tahun dua ribu dua belas.

Makassar, 15 Juni 2014

Anakmu


Mujahidah Basarang  

4 komentar:

  1. Al fatihah.. Sedih, ya Rabb izinkan kami membahagiakan org tua kami

    BalasHapus
  2. Iri sebenarnya, karena saya tidak kutan. Sepertinya bakalan dilambung saya. Tes, tes, tes, nangisnya sudah dong. Itu mata sudah tak berbentuk. :)
    Pisss Kakak Da :)
    Semoga menang.
    Doa untuk Om yang baik.

    BalasHapus
  3. Subhanallah... PAPA.... ya...... PAPA... Itu adalah kata yang menjadi HADIAH terbesar dari-Nya untukku... ^_^

    BalasHapus
  4. hiks,,,, Insya Allah, beliau mendapat tempat yang mulia di sisi Allah,SWT...
    sy iri dgn mereka yg masih bs brcengkerama dgn ibunya,,jangan buang kesempatanmu de' untuk merawat ibumu tercinta,,

    BalasHapus