Assalamu’alaikum Pa…
Bersama Papa (2009) |
Pa, aku ingin bercerita tentang kecemburuan. Aku cemburu pada
teman-teman yang dinikahkan oleh Bapak-bapak mereka. Aku iri pada mereka yang
pernah Papa nikahkan saat menjadi penghulu ketika aku masih remaja. Aku tak
ingin seperti mereka. Aku hanya ingin Papa sendiri yang menikahkanku dan
menyerahkanku pada suamiku kelak. Kala itu aku tak habis pikir bagaimana bisa
Bapak-bapak itu menyerahkan perwalian nikah anak-anak perempuan mereka kepada
Papa? Mengapa mereka tidak menjabat
langsung tangan-tangan lelaki yang akan menerima pengalihan tanggung jawab dari
pundaknya? Tapi kini apa bedanya aku dengan mereka? Pada saatnya aku pun akan
menikah tanpa Papa sebagai waliku. Padahal aku hanya ingin Papa. Bukan karena Papa tidak bertanggung jawab, Papa bukanlah lelaki seperti itu. Tapi kemana
akan kusampaikan kecemburuan ini? Ruhmu telah terlepas dari raga yang kehilangan
bentuk. Jasadmu pun telah terkubur dalam heningnya perkampungan para mayat.
Bodohnya aku, Pa. Penyesalan terbesarku saat ini saat engkau telah
benar-benar pergi. Seminggu sebelum kepergian Papa, aku membaca diagnosa dokter
tentang kecurigaan kanker hati yang menyerangmu. Kukumpulkan beberapa artikel
tentang penyakit itu dan semuanya mengatakan kematian sebagai akibatnya. Namun kuhapus
semua itu dari pikiranku, itu hanyalah diagnosa yang pasti salah. Papa masih
terlalu dini untu meninggalkan kami, umur Papa masih tersisa sepuluh tahun atau
lebih. Aku menyesal, Pa. waktu itu harusnya aku percaya dan memanfaatkan waktu
sebaik mungkin dengan Papa. Mengapa aku sangat bodoh tidak memperlakukanmu
dengan sebaik-baiknya. Padahal engkau mendatangiku di Makassar membawakan
waktu yang hanya tersisa satu minggu itu sebelum Allah memisahkan kita. Aku menyesal
tidak menemani Papa selama itu menikmati suapan demi suapan bubur yang siap
termuntahkan setiap berhasil ditelan. Sepiring bubur akan tandas jika aku berada
di sisi Papa bercerita segala hal dan tertawa riang. Rasa mual yang melarangmu
untuk makan pun lenyap. Tapi aku lebih mementingkan pekerjaanku. Dan membiarkan
Papa makan hanya satu-dua suap tanpa kehadiranku karena alasan pekerjaan. Andai
bisa sehari Allah mengembalikanmu pada kami, akan kuluangkan waktu sehari itu untukmu.
Menemanimu makan tiga kali sehari sambil bercerita dan tertawa.
Pa, katanya hari ini International Father’s Day. Sekalipun kita tidak
pernah merayakannya kan? Kali ini aku benar-benar ingin merayakannya denganmu.
“Terima kasih karena telah menjadi Papa untukku, aku sangat bangga
menjadi anakmu.”
Sepenggal kalimat yang kukirimkan pada nomormu yang dibiarkan aktif
sampai sekarang. Namun kembali kepedihan itu seakan menyayat-nyayat hati
tatkala, kubuka sms itu dan membaca pesanku sendiri. Padahal dulu saat Papa masih bisa membaca sms, Papa akan sering bertanya kepada Mama tentang kami yang jarang berkirim pesan padamu. Aku merasa hidupku hanya terisi sesalan dan sesalan.
Papa aku benar-benar bangga padamu. Dimanakah dan akankah kudapat
lelaki sebaik engkau? Lelaki dengan iman yang kuat pada Tuhannya. Lelaki penuh
cinta dan kasih pada istri dan anak-anaknya. Lelaki sabar yang menghadapi
kecerewetan istri dan tingkah nakal anak-anaknya tanpa keluh. Lelaki yang rela
berangkat subuh dan pulang malam demi memenuhi kebutuhan isteri dan anak-anaknya.
Lelaki yang akan mengurus makan, pakaiannya sendiri dan kadang pakaian istri dan anak-anaknya saat Mama kewalahan. Lelaki yang peduli pada urusan iman orang-orang disekitarnya. Ahh tidak akan
cukup kata-kata menggambarkan rasa banggaku padamu. Engkau adalah lelaki luar
biasa. Sementara Papa hanyalah tamatan SMP tapi mampu mengantarkan Mama, Kakak,
aku dan adikku meraih gelar sarjana.
Dan kebanggan itu tak berhenti saat jasadmu telah tak berbentuk. Pengakuan
nenek makin menggunungkan kebanggan dan cinta untukmu. Papa adalah menantu
kesayangan nenek. Sejak Papa menikahi Mama, Papa selalu menyisihkan uangnya
untuk diberikan kepada nenek tanpa sepengetahuan mama. Mama dan kami hanya bisa
menangis saat nenek bercerita setelah kepergian Papa. Papa pergi bersama
rahasia dan nenek telah membocorkannya. Aku yakin Papa hanya akan tersenyum khas
jika tahu nenek telah menjadi ember bocor tentang kabaikanmu sejak 1981 sampai
2012.
Papa, aku sangat mencintaimu. Maafkan jika perasaan ini hanya
terpendam menjadi perasaan yang tak terungkapkan. Dan aku menyesal tidak pernah
sekalipun mengatakannya. Semoga Al-Fatihah sehabis shalat tersampaikan padamu
sebagai rasa cintaku padamu. Semoga Allah kembali mengumpulkan kita dalam keabadian
dan kebahagiaan syurga, seperti janji Papa ke Mama dipenghujung maut di hari
ke sepuluh bulan sebelas tahun dua ribu dua belas.
Makassar,
15 Juni 2014
Anakmu
Al fatihah.. Sedih, ya Rabb izinkan kami membahagiakan org tua kami
BalasHapusIri sebenarnya, karena saya tidak kutan. Sepertinya bakalan dilambung saya. Tes, tes, tes, nangisnya sudah dong. Itu mata sudah tak berbentuk. :)
BalasHapusPisss Kakak Da :)
Semoga menang.
Doa untuk Om yang baik.
Subhanallah... PAPA.... ya...... PAPA... Itu adalah kata yang menjadi HADIAH terbesar dari-Nya untukku... ^_^
BalasHapushiks,,,, Insya Allah, beliau mendapat tempat yang mulia di sisi Allah,SWT...
BalasHapussy iri dgn mereka yg masih bs brcengkerama dgn ibunya,,jangan buang kesempatanmu de' untuk merawat ibumu tercinta,,