Sampai
hari ini bergabung di komunitas IIDN Makassar masih menjadi kebanggaan. Beberapa
kali aku mengikuti even besar karena seat khusus yang disiapkan untuk para beberapa orang
anggota IIDN. Belum lagi even-even lain bukan hanya berskala Makassar saja, tapi berskala nasional bahkan internasional selalu saja menyiapkan undangan khusus untuk komunitas ini. Kurang keren apa coba IIDN ini?
By the way... Apa
sih IIDN itu? IIDN merupakan singkatan dari Ibu-Ibu Doyan Nulis. Merupakan
komunitas yang didirikan oleh Ibu Indari Mastuti pada tanggal 20 Mei 2010 yang dilatarbelakangi
keinginan untuk meningkatkan produktivitas para ibu di berbagai hal khususnya
MENULIS. IIDN didirikan dengan visi mencerdaskan perempuan Indonesia dan
beberapa misi, sebagai berikut:
1.Menerbitkan
minimal 1 buku untuk setiap anggota IIDN
2.Meningkatkan
produktifitas anggota di berbagai media di Indonesia
3.Meningkatkan
kemampuan anggota dalam bidang penulisan
4.Mempererat
kolaborasi positif antar anggota di berbagai bidang
Anggota komunitas ini menembus angka 10 ribu lebih yang tersebar di 23 wilayah di Indonesia (salah satunya Makassar) dan beberapa negara dunia (Amerika, Australia, Eropa, Malaysia, Singapura, Hongkong, Brunei Darussalam, Jepang, Korea dan Timur Tengah).
Sekalipun
komunitas ini didominasi para ibu rumah tangga, namun banyak pula anggota yang
berasal dari kalangan calon ibu dan para gadis (Ehem… ehem… ngintip bayangan di cermin, eh aku yah? Promosi dikit
hahaha…).
Bergaul dengan ibu–ibu produktif ini terkadang menimbulkan iri dalam diri. Bagaimana tidak? Aku yang berstatus single, kerjaan yang tidak sibuk–sibuk amat, namun sangat minim karya bahkan menyebutnya karya pun aku malu, tulisan yang tidak seberapa memenuhi blogku sekedar curhat–curhat tidak penting. Namun tetap ada pengharapan tulisan tidak penting itu menjadi cikal bakal lahirnya 1 buku sesuai misi dari IIDN.
Kembali pada istimewanya IIDN…
Kali
ini ada undangan menghadiri Opening Ceremony Anniversary Trans Studio Mall yang
bertajuk Connected disampaikan kak Mugniar (Korwil IIDN Makassar) di grup
facebook. Begitulah cara kami berinteraksi. Berbagi keintiman di facebook dan
sesekali kopi darat menimbulkan kepemilikan akan komunitas dan kebersamaan hangat.
Setelah memposting undangan itu, beberapa komentar bermunculan. Ada yang harus menelan kekecewaan tidak bisa turut serta karena bertepatan dengan acara lain. Ada pula yang dengan senangnya mendaftarkan diri untuk memenuhi undangan. Ada pula yang membatalkan kehadiran karena beberapa alasan.
Tanggal 27 September acara itu dilaksanakan yang bertepatan dengan jadwalku membimbing praktikum. Dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan, pikirku. Akhirnya setelah mengkoordinasikan jadwal dengan ketua tingkat kelas yang akan aku bimbing pagi itu, ternyata jadwalku bisa dimajukan dan berakhir pukul 13.00. Berarti tersisa 1 jam sebelum acara di mulai. Setelah menimbang–nimbang, akhirnya aku menjadi salah satu anggota yang mendaftarkan diri menjadi undangan.
Mendaftarkan diri untuk acara-acara yang menyiapkan kursi khusus untuk anggota IIDN terkadang dibatasi untuk beberapa orang saja. Sehingga untuk mendaftarkan diri harus benar-benar disesuaikan kesanggupan untuk menghadiri. Ketidakhadiran sama dengan merugikan anggota lain yang mungkin ingin mengikuti acara yang sama namun terkendala jumlah undangan yang disiapkan penyelenggara.
Tibalah pada hari sabtu tanggal 27 September 2014. Rencana itu selalu mantap pada proses perencanaannya, namun tidak jarang menjadi kacau pada proses eksekusinya. Jadwal yang sudah apik kususun menjadi tidak ada gunanya saat laboratorium digunakan kelas lain. Hal lain yang tidak kuperhitungkan karena aku berpikir laboratorium di awal perkuliahan masih sangat jarang digunakan.
Pukul 14:30 kelasku berakhir yang juga berarti opening ceremonynya telah berlalu 30 menit. Aku berada pada kebimbangan antara pergi dengan tidak. Memilih pergi berarti kemungkinan sampai di lokasi setelah acara selesai mengingat perjalanan yang lumayan jauh. Ditambah aku yang angkoter (kerenkan? keren yah heehehehe...) sejati harus berkali – kali berganti angkot yang sumpah ngetemnya itu membuat sewot kumat.
“Kadanta ran a den tau,” teringat Mama
yang sering melontarkan satu kalimat yang sering dianggap sebagai kadanna to jolonta (Perkataan orang-orang pendahulu kita) untuk kami yang tinggal di daerah Duri Enrekang. Arti kalimat itu kurang lebih seperti ini, “Kata–kata kitalah maka kita menjadi orang.”
Okeh, apapun yang terjadi aku harus pergi. Kalimat itu sering terngiang saat aku hendak membatalkan sepihak janji yang telah terucap. Ehhh…bukan asal membatalkan yah, tapi saat berhadapan dengan kondisi – kondisi yang memaksa memili do or not.
Okeh, apapun yang terjadi aku harus pergi. Kalimat itu sering terngiang saat aku hendak membatalkan sepihak janji yang telah terucap. Ehhh…bukan asal membatalkan yah, tapi saat berhadapan dengan kondisi – kondisi yang memaksa memili do or not.
Setelah berbincang dengan kak Mugniar lewat telepon, akhirnya aku semakin yakin untuk tetap menuju lokasi dengan resiko acara telah bubar. Dan benar saja, aku tiba saat pementasan terakhir. Sebuah Stand Up Commedy yang pun tidak kusaksikan, karena aku tidak tahu itulah acara yang aku tuju.
“Mas,
acara opening ceremony TSM dimana yah?” tanyaku.
“Ohhh,
didalam sana mungkin mba,” jawabnya.
Aku terus berjalan, masuk lebih dalam ke Mall Trans Studio berdasarkan petunjuk seorang pelayan resto yang tengah asyik menonton stand up comedy. Setelah bertelepon dengan kak Mugniar dan kak Abby Onety, acara yang sempat kusaksikan sekilas tadi adalah rangkaian acara yang ingin kuikuti.
Tapi
aku masih bersyukur masih sempat melepas kangen dengan Ibu – Ibu hebat ini di
parkiran mall. Dan ini pun menjadi pengalaman pertamaku ke TSM menggunakan
angkot. Dan ini pun menjadi pengalaman pertama naik BRT di Makassar setelah kehadirannya meramaikan jagad
transportasi Makassar. (Muj)
Makassar, 27 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar