Senin, 06 April 2015

Tentang Seorang Pemuda

Siang itu antrian di bank begitu panjang. Kursi-kursi yang disediakan bank tak lagi cukup menampung para nasabah yang menunggu giliran panggil. Untunglah ruangan 5 x 15 meter dilengkapi pendingin ruangan beberapa buah menggantung di dinding bagian atas.
Sehingga karbondioksida yang dihasilkan puluhan orang ini tidak terkumpul dan mencipta panas. Saya melirik nomor antrian yang saya pegang, 294. Masih sekitar 30an nasabah sampai kegiliran saya. 

Setelah menulis transaksi di slip setoran, saya berdiri dibelakang jejeran kursi seperti nasabah lainnya. Tepat di depan saya duduk seorang anak muda. Mungkin perasaan tidak nyaman menghampirinya setelah melirik kebelakang melihat beberapa orang wanita berdiri. Sambil berdiri dia melirik ke arah saya, memberi isyarat untuk duduk di kursinya. Saya mengangguk padanya sebagai tanda terima kasih. 

Sebelum memutuskan untuk duduk saya tiba-tiba merasa malu pada pemuda tadi. Pantaskah saya menempati kursi ini? Saya pun mengedarkan pandangan ke nasabah-nasabah lain yang mungkin lebih pantas untuk duduk. Orang tua atau ibu hamil misalnya. Dan benar saja, seorang ibu berumur 60 tahun berdiri di pojok ruangan dibelakang nasabah yang berdiri. Saya menunjuk kursi kosong itu pada sang ibu dan dia pun menerimanya dengan senang hati. 

Hal yang mungkin sering kita lupakan karena mengandalkan ego. Kita sering mengabaikan orang lain demi kepentingan pribadi sementara ada orang lain yang lebih membutuhkan dari pada kita. Satu hal lagi, berbuat baik sekalipun sangat sederhana sangat berpengaruh pada siapa yang menerima kebaikan itu. (Muj)

6 komentar:

  1. jadi ga hanya di bus atau commuterline ya... di bank saja harus gitu ya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali Qiah, di mana saja, selama orang lebih membutuhkan dari kita

      Hapus
  2. bener juga, jangan cuma mengandalkan ego ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar...benar...benar...ayo anak muda terus berbuat baik

      Hapus