Sabtu, 08 Oktober 2016

Belajar pada Athirah



Sumber: movie.co.id
Membaca review teman-teman yang telah menonton film Athirah juga mengusik rasa penasaran saya. Senang sekali kemarin pas diajakin teman untuk nonton kebetulan ada waktu buat bolos (*ehhh...).


“Kak, janganki cerita jellek film kalau sudahki nonton nah,” pesan salah seorang teman yang tidak ikutan nonton saat kami akan pergi ke bioskop. Bukan tanpa alasan dia berkata demikian, setiap habis nonton saya selalu menceritakan apa saja yang menggangu saya di film itu. Seperti kemarin dulu ketika selesai menonton film yang ngehits dan lucu itu katanya. Saya terheran-heran melihat orang tertawa ngakak di adegan pertama film itu mulai. Tidak ada yang lucu, pikirku. Kembali lagi selera orang berbeda bukan?

Kembali ke Athirah…
Beberapa adegan telah berlalu saat kami tiba di bioskop. Setelah duduk dengan nyaman, saya mulai menikmati film ketika Athirah meletakkan ikan bandeng dengan perasaan tidak nyaman, dia sedang hamil. Di tengah kehamilannya, suaminya yang dipanggil dengan sebutan Puang Aji, menikah lagi. Ahhhh… tiba-tiba sebuah rasa sesak menyusup ke dalam hati saya, beberapa bulir air mata mulai membasahi pipi.

Rasa sakit jelas tegambar di raut muka Athirah. Sekalipun Puang Aji menjanjikan tidak ada yang akan berubah, akan tetap menemaninya dan anak-anak makan malam, membangunkan anak-anaknya shalat subuh. Tapi janji tinggallah janji, Puang Aji telah punya kehidupan baru yang mengharuskan membagi waktu dan perhatiannya. Sejak berpoligami Athirahlah yang menggantikan posisi suaminya membangunkan anaknya shalat subuh.

Pilihan berpoligami pasti berimbas pada kehidupan anak-anak Puang Aji dan Athirah. Hal ini terlihat jelas pada anak sulungnya, Ucu. Ucu tidak pernah mengungkapkan penolakan Puang Aji menduakan ibunya. Dari ekspresi dan bahasa tubuh jelas tergambar marah dan kecewa dengan pilihan ayahnya. Termasuk ketika Ucu bermain bola dan seorang kawannya menyinggung ayahnya yang beristri dua. Sebagai ungkapan marah yang telah bercokol di hati terhadap pilihan ayahnya, dia berkelahi dengan temannya. Betapa berpengaruhnya orang tua ke kehidupan anak bukan? Tiba-tiba saya teringat kejadian beberapa tahun silam sekitar tahun 2007, lima tahun sebelum papa meninggal.
“Kalau semua anak-anak mama telah menyelesaikan kuliahnya, mama akan menyuruh papa menikah lagi,”ujar mama suatu siang.
SAKIT. Itu yang terasa di hati saya, sedikit pun bayangan berbagi papa tidak ingin saya hadirkan. Saya menangis, meraung sejadi-jadinya. Permohonan maaf mama dan janji papa yang tidak akan kemana-mana tidak mampu meredakan gejolak di dada saat itu.

Ahhh… filmnya bikin baper, mengusik sisi sensitive perempuan. Riri Riza kali ini kembali sukses dengan filmnya.

Hal lain yang membuat saya begitu penasaran dengan film ini adalah tanggapan teman-teman yang menyatakan film ini hening, minim dialog tapi pesan tetap sampai ke penonton. Dan betul saja, baik Athirah maupun Ucu mengungkapkan perasaan ke Puang Aji tanpa berkata-kata, apalagi sampai memberikan sumpah serapah. Ekspresi dan bahasa tubuh cukup mewakili segala rasa.

Mengapa laki-laki berpoligami yah? Satu pertanyaan yang terbersit melihat Puang Aji beristri lagi. Ketika Rasulullah SAW dulu berpoligami itu jelas alasannya, beliau menikahi janda-janda yang telah berumur kecuali Aisyiah RA itupun setelah istri pertamanya Khadijah RA wafat. Saya kemudian mencoba menjawab sendiri tanya yang terbersit tadi. Ketertarikan laki-laki pada perempuan salah satunya karena kecantikan. Pada film Athirah pun menggambarkan demikian. Ketika Puang Aji kembali ke rumah melihat istrinya kembali berhias, waktu itu Athirah memakai giwang yang telah disimpannya, jelas tergambar ketertarikan Puang Aji pada istri pertamanya. Adegan ini ditutup Athirah masuk kamar disusul Puang Aji menutup pintu kamar. Apakah Puang Aji memilih menikah lagi karena Athirah jarang berhias lagi? Sekali lagi film ini film minim dialog, tidak ada dialog yang menjawab pertanyaan saya tadi.

Dengan segenap sakit diduakan, Athirah adalah wanita luar biasa. Sekalipun terpukul bukan berarti Athirah diam tinggal terpuruk. Athirah bangkit sebagai wanita luar biasa, ibu yang harus tegar untuk anak-anaknya. Untuk membunuh sakit (menurut saya) Athirah berdagang kain sutra dan mengumpulkan hasil penjualannya dalam bentuk perhiasan emas, sebuah pelajaran cara berinvestasi. Hasil investasi ini digunakan Athirah sebagai ‘balas dendam’ terhadap perlakuan suaminya. Disaat usaha suaminya bangkrut Athirah jadi penolong Puang Aji, seluruh investasi itu diserahkan Athirah untuk digunakan membayar gaji karyawannya. Mengapa saya bilang ‘balas dendam’? karena keihklasan Athirahlah yang membuat Puang Aji tertunduk dengan segenap rasa bersalahnya di hadapan Athirah.

Satu lagi yang membuat saya sangat terkesan dengan Athirah. Penghargaan dan rasa hormat terhadap Puang Aji sebagai suami. Dulu ketika masih kecil, mama mengajarkan untuk tidak menggunakan perlengkapan makan papa. Setiap saya atau kakak dan adik saya bertanya kenapa, mama hanya menjawab tidak sopan anak-anak memakai gelas atau piring papa. Pada film ini saya melihat Athirah menyimpan khusus di lemari perlengkapan makan suaminya. Dari sini terjawablah tanya ‘kenapa’ semasa kecil dulu.

Saat asyik menulis tentang film Athirah, seorang teman bertanya. “Film apa itu kah kak? Tentang sekolah yah?”
Helllowwwww… Film Athirah itu film yang menceritakan ibunya Pak Jusuf Kalla yang lebih tenar dengan sebutan JK yang bernama Athirah. Seorang wanita luar biasa yang penuh cinta untuk keluarganya.

10 komentar:

  1. ikutan baper setelah nonton.. filmnya sudah selesai bapernya dibawa bawa keluar bioskop. hiks.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Umumnya perempuan sensi kalau masalah poligami

      Hapus
  2. sdikit skaliji dia bahas tentang sekolah hahha cuma bilangji "mauka bikin skolah' abis itu nda mi hihihii
    kaaak Hj Athirahhh deeeeeeeeeeeeeeehhhhhhhhhh huhuhu

    BalasHapus
  3. Hihi walau nama sekolah, ini bukan film tentang sekolah Nak ....


    Oya, saya juga heran, waktu nonton ka film lucu2 itu masa ada mi yang ketawa2 di awal film ....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah kan?
      Bukanji saya seorang yang bilang, kakak yang pakai nama "pintar" pun bilang begitu hehehe

      Hapus
  4. sa masih tidak sanggup nulis ttg film ini. terlalu banyak kontroversi yang terjadi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekedar menceritakan apa yang ditonton sih kak. Tapi kalau dibawa kekehidupan sebenarnya, saya juga memilih tidak menuliskan.

      Hapus
  5. Balasan
    1. Iya kak, sy jarang-jarang nonton film Indonesia dan sy suka

      Hapus