Mungkin karena masalah gengsi (malu dikeluarkaan dari grup hanya
karena tidak menyetor tulisan yang sudah dua minggu menjadi pekerjaan rumah)
akhirnya kembali ke laptop. Melanjutkan tulisan yang tidak bisa kelar. Bagaimana
bisa kelar jika hanya menuliskan judul, simpan dan ditinggalkan lagi. Tenggang waktunya
tersisa 32 jam. Setelah itu kick out.
Menakutkan bukan ancamannya? Eh gengsi juga sih hehehe…
Dalam 32 jam ini saya harus menyelesaikan dua tulisan. Tulisan dengan
tema traveling dan reportase. Sanggupkah? Harus sanggup demi gengsi
(hohoho…). Nah bagaimana menyelesaikan dua tulisan itu? Caranya cuma ada satu,
mulailah menulis. Tapi… Stop kata tapi dong, saya kembali bermonolog di depan
laptop. Mari kita coba untuk memulai.
Traveling tak melulu tentang
perjalanan ke kota lain atau berkunjung ke negara tetangga, iya kan? Hal ini
yang saya yakini. Demi mendapat penguatan akan pendapat ini, saya pun akhirnya
bertanya ke teman-teman. Sekalipun hanya satu yang mengiyakan, saya tetap
bertahan dengan pendapat ini. Jika traveling
diibaratkan perjalanan meninggalkan daerah sendiri maka apa yang bisa saya
ceritakan? Sampai umur segini saya baru dua kali meninggalkan Sulawesi Selatan.
Jika diibaratkan, saya seperti katak dalam tempurung.
Traveling adalah perpindahan dari satu titik ke titik
yang lain. Pada perpindahan itu tak jarang kita menemukan kisah yang menjadi
pembelajaran. Berjalan dari rumah ke sekolah, ke kampus, ke kantor atau ke
pasar sekalipun pun termasuk traveling.
Namun perjalanan itu lebih sering dianggap rutinitas saja, tidak ada jejak
istimewa yang membekas. Lebih lagi yang menggunakan kendaraan umum (kali ini bercerita
tentang diri sendiri hehehe…). Setelah duduk dengan nyaman di atas angkot, smartphone dengan segala macam
aplikasinya lebih menyita perhatian. Tenggelam dalam kesibukan jari jemari
berselancar di dunia maya. Padahal dalam perjalanan itu mungkin saja ada
kejadian yang bisa diambil sebagai pelajaran sehingga traveling ini tak sekedar rutinitas harian.
***
“Kak bisa ki temani ka antar surat?” tanya seorang teman
mengajar di Jumat pagi itu.
“Penempatan di mana kah?” saya kembali bertanya tanpa mengiyakan atau
menolak permintaannya. Awal 2014 kami saling mengenal, saat pertama kali
mengajar di kampus. Dia dosen yang cerdas, tekun dan berwirausahanya jago.
Karena sering pulang bersama, atau mungkin karena pemikiran kami sejalan, kami
menjadi dekat. Saya tidak segan meminta tolong, dia pun sebaliknya pada saya.
Qadri. Begitulah saya sering memanggil namanya.
“Kaluku Bodoa kak, sama Bira,” jawabnya.
“Aduh, dimanami itu? Tapi ayomi. Kan adaji google maps toh?” tantang saya.
Dengan informasi seadanya dan mengandalkan aplikasi google maps, kami bergerak meninggalkan
kampus di jalan Tupai kemudian berbelok ke kanan menuju jalan Veteran Selatan.
Sekitar 20 menit waktu tempuh untuk melintasi jalan Veteran Selatan – Veteran
Utara kemudian berbelok ke kanan di jalan Masjid Raya. Sejauh ini masih aman. Jalur
yang dilalui masih sesuai petunjuk dari kantor dan maps. Setelah berbelok ke kiri di jalan Sunu, kami hanya perlu
berjalan lurus sampai lampu lalu lintas di pertigaan jalan Sunu dan jalan Teuku
Umar. Di pertigaan ini kami berbelok ke kiri dan kembali berbelok ke kanan di
jalan Galangan Kapal. Sepanjang jalan Galangan Kapal dada kami berdebar-debar. Jalanan
ini menjadi lebih sepi dibandingkan jalan Sunu sementara cuma kami, dua orang
perempuan di dalam kendaraan.
“Bagaimana mi kak? saya lupa
petunjuknya di mana ki lagi belok,”
ujar Qadri dengan penuh kecemasan.
“Bismillah, kita andalkan maps
saja, jalan terus mi” saya kembali menantangnya.
Dengan mengikuti jalur pada google
maps akhirnya tibalah kami di Puskesmas Kaluku Bodoa di jalan Kelurahan. Jalan
yang ditemui setelah berbelok ke kanan dari Galangan Kapal.
Ini adalah kali pertama kami diberi tanggung jawab sebagai pendamping
lahan untuk mahasiswa yang memprogramkan PKL atau Praktek Kerja Lapangan di
puskesmas. Sebagai pendamping lahan, kami harus mengantarkan surat ke Puskesmas
tempat kami ditugaskan. Setelah menerima surat dan menyatakan kesiapan menerima
mahasiswa PKL, puskemas akan menjelaskan ketentuan-ketentuan yang harus
disiapkan mahasiswa.
Setelah menyelesaikan urusan di Puskesmas kaluku Bodoa, kami
melanjutkan perjalanan mencari Puskesmas Bira. Kali ini dengan modal nekat
berlipat dua kali. Jika perjalanan sebelumnya menemukan Puskesmas Kaluku Bodoa
mendapat penjelasan dan petunjuk dari google
maps dari kantor kali ini hanya mengandalkan aplikasi google maps di smartphone.
“Kalau melihat maps puskesmasnya
sebelum Japfa (pabrik pakan ternak), kalau Japfa sih saya tahu ji,” saya mencoba menerka letak puskesmas
sambil memperhatikan maps. Di maps menunjukkan puskesmas terletak
sebelum Japfa dari arah Maros.
“Jadi gimana kak? Masuk ka di
tol Sutami berarti?” tanya Qadri sambil fokus mengemudikan kendaraan.
“Iye’, jalan mi terus sampai ujung tol, perempatan
menuju bandara.”
Akhirnya debar di dada semakin menjadi, letak puskesmas di maps tidak sesuai kenyataan. Dalam kebingungan,
Qadri menyarankan untuk bertanya. Dan betul saja kami harus memutar kembali
untuk menemukan Puskesmas Bira sesuai petunjuk seorang ibu penjaga warung.
“Jalan terus mi ki, nanti di
terowongan ke tiga belok kanan ki. Dari
situ terus-terus mi ki 1 kilo mami itu kita dapat mi,” jawab seorang warga ketika saya bertanya letak Puskesmas Bira
untuk kesekian kalinya pada warga yang kami temui di pinggir jalan. Setelah dua
kali melintasi jl. Dr. Ir. Sutami di kanan-kiri jalan tol, akhirnya kami
berdiri di halaman Puskesmas Bira. Sayangnya puskemas berwarna biru itu menyambut kami dengan pintu tertutup. Semua pegawai
telah pulang karena jam telah menunjukkan pukul 13.30 WITA.
“Mudah-mudahan kudapat ji
lagi ini puskesmas kalau datang ka
antar surat hari Senin,” ujar Qadri.
Mungkin smartphone canggih
bisa menuntun kemana pun kaki ingin melangkah. Boleh percaya padanya, boleh
juga tidak. Teruslah berjalan, jangan takut tersesat. Karena Allah
menganugerahimu mulut. Jangan malu bertanya agar kamu dan mereka tahu, kita
masihlah makhluk sosial yang saling membutuhkan.
Kalo daerah sana (tol Sutami), menyerah ka' :)))
BalasHapusUntung ada mi Google Maps di', jadi didapat ji.
Yang pertama didapatji kak, yang kedua ji itu tidak karena tidak sesuai yang di maps
HapusCeritanya menarik. Perjalanan bisa membawa kita pada kisah seru.
BalasHapusMalu bertanya sesat di jalan. Banyak bertanya nggak jalan-jalan. #eh
BalasHapusGoogle maps kadang ampuh kadang membingungkan. hoho.