Selasa, 27 Desember 2016

Demi Potongan Harga

Om Bush menertawai tingkah saya malam ini. Setelah menangis di pojokan gara-gara sebelum berangkat ke mol saya sudah menyiapkan budget untuk sebuah sandal/sepatu baru, namun ternyata si sandal target harganya hampir 3x lipat dari duit yang sudah disiapkan.

Kamis, 15 Desember 2016

1 Menit yang Menyakitkan



08.01 AM
Yuupppp jam 8 lewat 1 menit telah jelas terpampang nyata (pinjam istilahnya princes Syahrini) di layar mesin absensi fingerprint saat jempol cute ini saya letakkan di mesin fingerprint untuk menandai kedatangan saya di kampus. Detak jantung yang masih memburu, keringat yang masih bercucuran, ditambah sedikit kesal karena detik-detik yang tidak terkejar menambah runyam hati pagi ini. Dan selalu, melewatkan detik yang berharga menimbulkan sesal teramat sangat.

Sabtu, 08 Oktober 2016

Belajar pada Athirah



Sumber: movie.co.id
Membaca review teman-teman yang telah menonton film Athirah juga mengusik rasa penasaran saya. Senang sekali kemarin pas diajakin teman untuk nonton kebetulan ada waktu buat bolos (*ehhh...).

Kamis, 06 Oktober 2016

Kentjan Ala Ida dan Om Bush

Kemarin dan kemarinnya (haddehhh bilang aja 2 hari yang lalu ^_^) selalu pulang menjelang magrib. Dan hari ini pulangnya juga telat cuma gak telat-telat amat. Berhubung Om Bush besok mau pulang ke Enrekang jadinya tadi pas dijemput kita memutuskan untuk menghabiskan sore di Pantai Losari. Ngebayangin duduk berdua di pinggir pantai bermandikan sinar oranye matahari yang semakin tenggelam. Ahhh syahdunya.

Selasa, 04 Oktober 2016

Terong Sambal Terasi

🎶Bala...bala...bala...sambalado
🎶Terasa pedas terasa panas

Hari Ahad berarti waktunya diam di rumah bersantai sesantai-santainya menikmati me time (baca: masak-masak untuk Om Bush).

Kamis, 01 September 2016

Optimasi Instagram dan Sakuku di Ngobrol Bareng Blogger

Tanpa berpikir panjang saya mengiyakan ketika ada permintaan kesediaan mengikuti kegiatan Ngobrol Bareng Blogger bersama BCA. Berhubung Om Bush (suami) lagi tidak di Makassar jadi saya berusaha cari kegiatan positif, bahasa lainnya cari pelarian dari rasa sepi dan rindu. Uhuuuk… Dan waktunya sangat bersahabat dengan saya, jadwal kegiatannya setelah jam kantor.

Selasa, 23 Agustus 2016

Prabayar ke Pascabayar

Gegara sering kehabisan pulsa dan sering gak sempat isi pulsa akhirnya pakai kartu Halo pascabayar. Jadinya bisa telpon kapan saja. Tapi eh tapi ntar akhir bulan bayarnya seabrek baru melongo haaaa...pemakaian kok sebanyak ini yah?

Kamis, 04 Agustus 2016

Makasih Receh

Aduh, gimana ini? Terlihat jelas muka saya menunjukkan kepanikan. Bagiaman tidak tujuan berhenti saya sudah dekat sekali. Tapi saya belum menemukan uang lima ribu untuk ongkos pete-pete. Dan sudah dipastikan saya melupakan dompet di rumah.

Karena Ali dan Fatimah

Hari ini saya lebih pagi berangkatnya. Beberapa hari kemarin selalu saja berangkat terburu-buru. Rasanya tidak nyaman berkejaran dengan waktu yang selalu melaju konstan. Alhasil check lock dalam seminggu ini sudah dua kali merah. Berarti uang transpor dua hari melayang. Jadilah saya bertekad harus berangkat lebi

Sabtu, 25 Juni 2016

MIWF 2016, Tentang Beberapa Foto

Makassar International Writers Festival (MIWF) 2016 sudah berlalu sebulan yang lalu. Sejak tahun 2011 MIWF dilaksanakan setiap tahun. Dan ini adalah tahun ke-3 saya mengikuti MIWF. Sekalipun sudah berlalu, MIWF 2016 pasti menyisakan kenangan bagi setiap orang yang menghadiri acara ini, termasuk saya. Kenangan dalam bentuk foto saya temukan di galeri. Sayang kan kalau cuma disimpan, pikirku. Yah lumayanlah jadi satu postingan blog hehehe... 

Jumat, 24 Juni 2016

Priiiit...

"Itu Pak Polisi bunyikan sempritan kenapa yah?" tanya saya duduk manis di boncengan Om Bush.
"Bukan ke kita kan?" saya lanjut bertanya.
"Bukanji, kita disuruh cepat-cepatji karena pertigaan ini nanti macet," jawab Om Bush.
Kami pun melenggang manis sambil mengendarai Supriati (Supra riolo selalu di hati), nama motor Om Bush, di jalanan yang mulai ramai.

Jumat, 01 April 2016

Aku Menunggumu

Matahari telah menua. Sinarnya yang garang siang tadi mulai melemah. Itu pertanda sejam dua jam lagi kau akan kembali padaku. Kopi susu yang menjadi favoritmu telah kuseduh. Aku pun mulai duduk manis di depan jendela sesekali menyibak tirainya untuk memastikan engkau melangkahkan kakimu dengan terburu untuk menemuiku. Ahh mungkin kopi susu dingin yang akan engkau dapati sepulang nanti tapi tahukah engkau itu pertanda aku menunggumu sedari tadi.

Minggu, 06 Maret 2016

Hasil atau Proses?

Apa yang membuat kita terkenang? Hasil atau proses mendapatkan hasil?
Tak jarang kecemburuan hadir saat kita melihat orang lain lebih sukses atau lebih kaya dari kita. Mengapa kita sibuk mencemburui hasil yang diperolehnya? Mengapa kita tidak cemburu dengan jatuh bangun prosesnya mendapat hasil itu?

Langkahkan kakimu

Semakin jauh kaki melangkah semakin banyak yang ditangkap mata, semakin banyak yang bisa diceritakan, semakin banyak pelajaran dipetik.
Lokasi : Membura, Enrekang
*Catatan saat mengikuti Kelas Inspirasi Enrekang

Materi dan Bahagia

Cukupkah kita berbahagia menemukan materi dari setiap tetes peluh, dari lelah langkah kaki? Hari ini diujung senja saya menemukan kebahagiaan. Tentu saja bukan karena materi tapi sebuah rasa syukur bahwa Allah masih membenamkan  sedikit nilai  kreatifitas dan nilai kepedulian dalam diri ini.
*Catatan setelah pameran craft dibawah naungan Warung Sosial LemINA

Minggu, 28 Februari 2016

Nippon Day di Hari Pertama



Today is the day. Beberapa hari yang lalu seorang kawan mengunggah sebuah informasi tentang Pesta Jepang Terbesar di Sulawesi Selatan yang dinamakan Nippon Day. Pesta Jepang ini dilaksanakan tanggal 20 - 21 Februari 2016. Boleh juga, kata Om Bush (suami) saat saya memberitahukan informasi itu.

Nasi Goreng Ikan Cakalang

Sebenarnya masih pengen tidur habis shalat subuh, mumpung hari libur. Tapi berhubung mau ninggalan Om Bush karena ada kegiatan, jadinya harus bangun dan memasak. Di dapur tersisa nasi dingin semalam. Buka-buka kulkas ada ikan cakalang goreng, wortel, timun dan kol. Jadinya bikin nasi goreng cakalang saja. Sebagai pelengkap acar sayuran. Karena tidak memiliki cuka masak akhirnya saya memakai jeruk nipis sebagai pengganti cuka. Dan not bad, enak malah, aroma jeruk

Sabtu, 27 Februari 2016

Boleh Percaya, Boleh juga Tidak



Mungkin karena masalah gengsi (malu dikeluarkaan dari grup hanya karena tidak menyetor tulisan yang sudah dua minggu menjadi pekerjaan rumah) akhirnya kembali ke laptop. Melanjutkan tulisan yang tidak bisa kelar. Bagaimana bisa kelar jika hanya menuliskan judul, simpan dan ditinggalkan lagi. Tenggang waktunya tersisa 32 jam. Setelah itu kick out. Menakutkan bukan ancamannya? Eh gengsi juga sih hehehe…

Sabtu, 13 Februari 2016

Perkedel Jagung

Deretan aktifitas pagi ini mengharuskan saya meninggalkan Om Bush (suami) seharian. Untunglah laki-laki baik itu sudah paham istrinya sangatlah senang menyibukkan diri dengan segala macam kegiatan. Mulai dari kegiatan kampus sampai kegiatan komunitas-komunitas.

Setelah menjadi istri, hal yang saya tekankan sebagai kewajiban sebelum meninggalkan rumah adalah menyiapkan makanan untuk Om Bush. Pagi ini salah satu menu yang saya siapkan adalah perkedel jagung. Selain buat lauk enak juga jadi teman minum teh.

Perkedelnya enak tapi rasa manis jagungnya sudah tidak terasa. Jagungnya sudah berhari-hari di kulkas. Karena ada banyak wortel di kulkas kali ini juga ditambahi parutan wortel.

Bahan:
Jagung kuning 3 tongkol disisir halus
Bawang putih 2 siung
Bawang merah 5 siung
Bawang daun iris halus
Daun seledri iris halus
Telur 1 butir
Garam
Merica
Wortel parut kasar
Tepung terigu
Minyak goreng

Cara membuat:
1. Campur semua bahan di dalam wadah.
2. Sendok adonan perkedel ke dalam minyak panas. Goreng sampai berwarna keemasan.
Semoga bermanfaat.

Tips:
* Gunakan jagung muda yang masih terbungkus kulitnya. Kalau bisa jagung muda yang baru dipetik
* Kalau adonan perkedelnya terlalu encer tambahkan terigu. Adonan yang encer akan menyerap banyak minyak.

Kamis, 11 Februari 2016

Pallumara

Pallumara merupakan salah satu makanan khas Sulawesi-Selatan berbahan dasar ikan, biasanya ikan bandeng. Masakan ini berkuah kuning yang agak asam dan gurih. Ponakan menamakannya konro

Sabtu, 30 Januari 2016

Cinta yang Tak Usai (Bagian 3)



Sebagai seorang penghulu, papa selalu memberikan nasehat pernikahan saat calon mempelai datang mendaftarkan dirinya untuk dinikahkan. Papa akan memberikan wejangan pada calon pengantin laki-laki. Sementara mama akan memberikan nasehat pada calon mempelai perempuan.
Seperti malam itu, seorang pemuda datang membawa calon istrinya yang belum menamatkan SMP ke rumah.
“Menjadi istri itu cobaannya sangat berat, apakah kamu sudah siap untuk itu, sementara kamu masih sangat muda?” tanya mama.
“Insyaa Allah, Bu, saya siap,” jawab perempuan itu dengan mantap.
“Satu pesan saya sebagai sesama perempuan. Ketika kita marah, kontrollah ucapan. Lebih baik diam dari pada segala macam caci maki terlontar yang akan sangat kita sesali setelah emosi mereda. Apalagi kelak setelah punya anak,” ujar mama panjang lebar.
“Seperti saya dan Bapak di rumah ini, anak-anak tidak pernah mendengarkan kami bertengkar. Karena ketika ada masalah atau ketidak sepahaman, kami memilih untuk diam. Setelah emosi mereda, barulah kami membicarakannya baik-baik.”
Malam itu mama tidak tahu saya menguping pembicaraan mereka. Selama ini saya tidak pernah menyaksikan papa dan mama bertengkar bukan karena semuanya baik-baik saja. Mereka menjaga telinga kami dari lontaran kata-kata kasar yang mungkin saja keluar sebagai dorongan emosi. Sejak saat itu saya tahu kapan mama dan papa bertengkar. Saat mereka memilih untuk diam.
***
Tidak pernah saya dapatkan cinta yang seindah cinta mereka. Bahkan saat menonton drama-drama Korea, karena saya tahu itu adalah settingan. Mama selalu berusaha menaungi seluruh keluarga dengan limpahan kasih yang tidak akan terputus. Sementara papa menopang segala keputusan mama dengan dorongan keikhlasan dan penerimaan. Bukan karena papa lelaki takut istri. Namun tak lebih karena kecintaan dan kepercayaan papa pada mama.
Betapa cinta dan kasih papa dan mama begitu dalam dan besar. Rasa cinta yang bersemi di dunia pun berharap berlanjut ke surga. Bukan karena saya adalah anak sehingga memihak dan mengagungkan mereka. Tapi saya melihat sendiri saat memposisikan diri sebagai penonton di detik-detik kepergian papa.
“Maafkan saya jika selama ini banyak berbuat salah dan mengecewakanmu,” ujar papa ke mama dengan linangan air mata.
“Saya juga minta maaf dengan semua kekurangan dan salah-salahku,” balas mama. Suara mama yang ditegar-tegarkan jelas sekali terdengar. Mama terus saja mengelus-elus kepala papa.
“Jika memang sudah saatnya papa pergi, pergilah dengan tenang. Jangan khawatirkan anak-anak, saya akan mengurusnya.”
“Tapi, papa harus berjanji, tunggu kami di pintu surga,” lanjut mama.
Dengan pasti papa mengangguk, “Inysaa Allah.”
Setelah ikrar janji itu, tekanan darah papa tidak lagi normal. Meninggalkan titik 140 menuju titik 0. Beriringan dengan kesadaran papa yang semakin menurun. Sampai akhirnya papa benar-benar meninggalkan jasadnya. Membawa janjinya dan meninggalkan mama dengan janji yang sama. Janji yang harus dipegang erat dan terus diperjuangkan agar terjaga dari kejamnya dunia. Hingga kelak janji itu menjadi kesatuan yang utuh. Meneruskan cinta yang terpisah oleh dimensi ruang dan waktu, dunia dan akhirat.

Cintai yang Tak Usai (Bagian 2)



Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, bila bukan dia yang berusaha merubah itu. Itu yang sangat diyakini mama. Dengan persetujuan papa, mama mendaftarkan diri di Sekolah Pendidikan Guru.
“Jika lulus, yang harus papa yakini adalah ini rezeki papa dari Allah yang datang melalui tangan mama,” ujar mama saat meminta izin papa.
Sementara papa yang saat itu menunggu surat keputusan pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Madrasah Tsanawiyah agak keberatan dengan pilihan mama.
“Bagaimana dengan anak-anak kita kelak? Siapa yang akan mengasuhnya saat kita berdua sibuk mengurusi anak-anak orang?” tanya papa.
“Pa, ini adalah kesempatan yang tidak tahu kapan lagi datangnya,” kata mama.
“Kalau pun semisalnya, kita berdua lulus, maka yang mendapat SK (Surat Keputusan) pengangkatan PNS pertama kali yang menjadi guru,” lanjut mama.
Papa adalah lelaki yang sangat demokratis. Tidak ada sedikitpun dalam benaknya sebuah arogansi sebagai seorang lelaki yang senantiasa pemikirannya yang harus didengarkan. Dia bukan seorang yang otoriter. Selama apa yang dikatakan mama baik, maka orang pertama yang mendukungnya adalah papa.
Karena SK pertama turun adalah SK PNS mama, maka mama kemudian menjadi guru. Sementara papa dengan sukarela mengundurkan diri dari sekolah demi kami anak-anaknya dan memilih menjadi petani. Pagi saat mama harus mengajar, papa tinggal merawat kami. Setelah mama pulang ke rumah, papa kembali ke rutinitasnya di kebun. Kalaupun papa harus meninggalkan kami saat tanamannya memasuki musim panen, maka adik mama yang akan menjaga kami.
***
Papa adalah lelaki yang sangat pendiam. Kata-kata yang dikeluarkannya hanya seperlunya saja. Namun dibalik diamnya papa adalah lelaki romantis.
“Papa habis kasih surprise ke mama,” cerita mama suatu hari lewat telepon.
“Surprise apa?” tanyaku.
“Blender mama rusak, jadinya selalu minjam ke tetangga. Nah, tadi pagi papa bilang bikin malu-malu pinjam terus. Pas mama pulang sekolah, blender yang masih di dalam box sudah ada di atas meja. Padahal tadi pagi papa pamit ke Pasar mau beli pupuk.”
“Tahu tidak dari mana uangnya?” tanya Mama.
Tanpa menunggu jawabanku, mama melanjutkan, “Gaji imamnya yang ditabung beberapa bulan.” Yah, selain menjadi petani papa diamanahi menjadi imam Masjid kecamatan karena hafalannya banyak dan pelafalannya yang tartil.
Bukan hanya itu, papa pernah menjadi penghulu. Dinikahkan papa adalah mimpi terindah dari seorang anak gadis. Namun apa daya papa telah pergi sebelum menunaikan kewajibannya sebagai wali nikah untukku.
Papa benar-benar lelaki romantis. Dia bukanlah pekerja kantoran yang digaji perbulan. Hanya mengandalkan hasil kebun merica sekali setahun, gaji sebagai penghulu dan imam masjid yang tidak seberapa. Tidak hanya surprise blender, dengan penghasilan seadanya papa menabung untuk membelikan mama sebuah kulkas.
Karena keromantisannya, papa sangat disayang mertua. Berapapun penghasilannya, papa akan menyisihkan untuk nenek. Papa akan menyengaja menyambangi nenek demi menyerahkan langsung sedikit uangnya atau makanan yang dibelinya sendiri. Setelah pemakaman papa nenek barulah bercerita tentang semua ini.
***
Sekalipun mama adalah pegawai negeri sipil dengan gaji menentu tiap bulan, tapi mama tidak bisa bebas membelanjakan uangnya untuk mempercantik rumah kami dengan segala fasilitas elektronik. Atau mengoleksi segala macam perhiasan untuk dirinya. Barang termewah di rumah kami saat itu hanya televisi 14 inci hitam putih.
“Hanya keberkahan sehingga gaji mama dan hasil kebun papa bisa mencukupi kebutuhan kita semua,” ucap mama penuh syukur. Saat itu, aku, kakak, dan mama sedang menempuh kuliah strata 1.
Penghasilan mereka jauh dari cukup untuk membuat hidup kami merasa bebas secara finansial. Tapi mama tidak pernah menuntut papa dengan kekurangan itu semua. Mama mensyukuri semua senang dan susah yang dialaminya.

Bersambung…