Today is the day. Beberapa
hari yang lalu seorang kawan mengunggah sebuah informasi tentang Pesta Jepang
Terbesar di Sulawesi Selatan yang dinamakan Nippon Day. Pesta Jepang ini
dilaksanakan tanggal 20 - 21 Februari 2016. Boleh juga, kata Om Bush (suami)
saat saya memberitahukan informasi itu.
Karena ini hari Sabtu berarti saya harus menjalankan tugas sebagai
relawan sobat LemINA mendampingi adik-adik siswa SD Sungguminasi IV kelas IV dalam program Nulis
Bareng Sobat. Setelah menunaikan tugas, saya menyempatkan singgah di kampus
mengambil jadwal semester genap. Kampus yang berada di jalan Tupai bisa diakses
sambil menuju ke Gedung Mulo tempat Nippon Day diadakan. Sekalian jalan kata Om
Bush.
Memasuki kawasan parkir Gedung Mulo yang beralamatkan di jalan Jend.
Sudirman No. 23 saya cukup terperanjak. Orang-orang begitu antusias mengikuti
kegiatan ini. Ratusan motor berderet terparkir sepanjang pelataran gedung yang
juga dikenal dengan Gedung Pariwisata. Tak hanya itu lalu lalang laki-laki dan
perempuan yang didominasi kalangan mahasiswa dan pelajar keluar masuk gerbang
menuju pintu ruangan tempat diadakannya Nippon Day.
“Banyak yang hadir di’ pak?”
saya memulai obrolan dengan bertanya ke pak Satpam yang menjaga pintu pesta
Jepang dilaksanakan.
“Banyak sekali, dari jam 12 tadi mulai berates-ratus mi orang datang,” ujar salah seorang pak
Satpam yang berdiri menjaga pintu masuk.
Melihat keramaian ini, saya sempat berpikir untuk pulang saja. Sudah
hadir tapi tidak jadi masuk kan sayang. Selain itu Om Bush sangat tertarik
dengan pesta Jepang ini.
Setelah melewati pintu masuk, kerumunan anak-anak muda membuat kita
tidak bebas melenggang memasuki ruangan utama. Diantara anak-anak muda itu ada
yang menggunakan kostum anime dari
Negeri Sakura. Di dalam ruangan utama, terdapat panggung di sebelah kiri pintu
masuk, di depan panggung berjejer kursi-kursi yang diisi pengunjung yang
antusias menikmati hiburan yang tersaji. Di sebelah kanan kiri dan kiri depan
panggung terdapat beberapa stand. Saya
dan Om Bush mendatangi 4 stand.
Stand JICA (Japan
International Cooperation Agency) adalah stand
paling pertama yang kami kunjungi. JICA merupakan sebuah lembaga yang didirikan
pemerintah Jepang untuk membantu pembangunan negara-negara berkembang. Dari beberapa
poster yang tertempel di dinding, salah satu bentuk program JICA adalah
pinjaman ODA atau yang dikenal dengan istilah pinjaman Yen. Bentuk pinjaman
bilateral pemerintah Jepang ini memiliki persyaratan lunak, yaitu pengembalian
jangka panjang dan berbunga rendah. Sedangkan kerja sama antara Provinsi Sulawesi Selatan dan Jepang yang
dinamakan Kerjasama silver contohnya adalah perjanjian peminjaman antara
Pemerintah Indonesia dan Jepang pada pembangunan Instalasi pengolahan Air (IPA)
Somba Opu yang ditandatangani pada tahun 1993 dan selesai pada tahun 1998.
Bergeser dari stand JICA,
saya mendatangi stand Kerajinan Tangan Daur Ulang. Yang menarik dari stand ini
adalah barang-barang yang dipamerkan merupakan barang yang dibuat oleh siswa
Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Makassar. Barang-barang yang dipamerkan adalah
barang kerajinan tangan yang telah di daur ulang dari barang-barang yang telah
dianggap sebagai sampah. Misalnya keranjang yang dibuat dari gelas plasti bekas
minuman, botol kaca yang disulap menjadi hiasan setelah diwarnai. Salah satu
kreasi yang paling menarik adalah gaun yang dibuat dari Koran bekas, lengkap
dengan hiasan rambutnya.
Green games, adalah stand berikutnya yang saya datangi. Games? Berarti permainan dong yah? Betul sekali. Di sini kita
diajak bermain sambil mengenali jenis sampah. Diilustrasikan sebuah taman
dengan rumput hijau yang penuh sampah. Rumput hijau ini dibuat dari kain flanel.
Sementara jenis sampahnya berasal dari guntingan gambar, seperti kaleng bekas, plastik,
kardus, smpah organik, kaca dan sampah lainnya. Tiap gambar sampah ini diberi
perekat agar menempel di kain flanel tadi. Di belakang gambar sampah diberi
warna. Warna-warna ini disesuaikan dengan penutup miniatur tempat sampah. Cara bermainnya,
kita dipersilahkan mengambil sampah yang tertempel di rumput hijau. Kemudian perhatikan
warna dibelakang sampah yang kita ambil. Tempatkan sampah di tempat sampah yang
penutupnya senada dengan sampah yang kita ambil. Misalnya saya mengambil sampah
kaleng, karena dibelakang sampah itu terdapat warna kuning maka saya harus
meletakkan kaleng ini ditempat sampah yang berpenutup kuning. Permainan ini
sangat cocok digunakan untuk mengajarkan anak-anak untuk membedakan jenis
sampah. Tapi kenyataannya pembagian sampah berdasarkan kelompoknya masih sangat
jarang dilakukan di Indonesia. Hal ini berbeda di Negara Jepang yang terbiasa
mengelompokkan sampahberdasarkan jenisnya.
Di stand ini saya paling
lama. Saya berkenalan dengan seorang volunteer
asal Jepang yang bernama Emi Sekiguchi. Wanita bertubuh mungil ini sangat
ramah. Perkenalan kami tidak disengaja. Saat berdiri di stand itu datanglah Emi dan Eka, teman relawan di komunitas Sobat
LemINA. Saat meminta tolong ke Emi teman saya agar mengambil foto saya, Emi
Sekiguchi dan Eka, tiba-tiba Emi Sekiguchi berkata bahwa namanya Emi juga. Emi
Sekiguchi akan berada di Sulawesi Selatan tepatnya di desa Sampulungan selama 2
tahun sebagai relawan pada Bidang Pemberdayaan Masyarakat. Emi Sekiguchi dan 19
relawan lainnya bisa berada di Indonesia karena tergabung dengan JOCV (Japan
Overseas Cooperation Volunteer) yang merupakan salah satu program JICA. Setelah
berpamitan dengan Emi Sekiguchi, saya pun berpisah dengan Emi dan Eka.
Di stand terakhir, saya
hanya berdiri memandangi beberapa orang yang memadati stand Pemeriksaan Kesehatan. Beberapa pengunjung antri untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan, ada pula yang antri konsultasi masalah kesehatan. Penjaga
stand ini juga merupakan relawan JOCV bidang kesehatan. Kondisi ini tidak
memungkinkan saya untuk masuk ke stand
ini. Saya sekedar memandangi dari luar sampai akhirnya saya mengajak Om Bush
untuk pulang.
Selain budaya dari
luar, tetap jaga budaya Indonesia terutama Makassar
Begitulah bunyi salah satu pesan yang tergantung di tangkai daun
bambu. Ditengah gencarnya gempuran budaya internasional masuk di negar kita ternyata
masih ada anak muda yang memiliki pemikiran seperti ini.
“Pulang mi ki? Besok masih
mau ki datang?” tanya Om Bush.
“Tidak ji”.
Kami pun beriringan menuju parkiran motor meninggalkan kemeriahan
Nippon Day hari pertama.
Bisa bahasa Indonesia itu Emi Sekaguchi?
BalasHapusSerunya ya Ida, acaranya
Iye kak lancar malah, tetap sih dengan dialek Jepangnya
Hapus