Minggu, 28 Februari 2016

Nippon Day di Hari Pertama



Today is the day. Beberapa hari yang lalu seorang kawan mengunggah sebuah informasi tentang Pesta Jepang Terbesar di Sulawesi Selatan yang dinamakan Nippon Day. Pesta Jepang ini dilaksanakan tanggal 20 - 21 Februari 2016. Boleh juga, kata Om Bush (suami) saat saya memberitahukan informasi itu.

Karena ini hari Sabtu berarti saya harus menjalankan tugas sebagai relawan sobat LemINA mendampingi adik-adik siswa SD  Sungguminasi IV kelas IV dalam program Nulis Bareng Sobat. Setelah menunaikan tugas, saya menyempatkan singgah di kampus mengambil jadwal semester genap. Kampus yang berada di jalan Tupai bisa diakses sambil menuju ke Gedung Mulo tempat Nippon Day diadakan. Sekalian jalan kata Om Bush.

Memasuki kawasan parkir Gedung Mulo yang beralamatkan di jalan Jend. Sudirman No. 23 saya cukup terperanjak. Orang-orang begitu antusias mengikuti kegiatan ini. Ratusan motor berderet terparkir sepanjang pelataran gedung yang juga dikenal dengan Gedung Pariwisata. Tak hanya itu lalu lalang laki-laki dan perempuan yang didominasi kalangan mahasiswa dan pelajar keluar masuk gerbang menuju pintu ruangan tempat diadakannya Nippon Day.  
“Banyak yang hadir di’ pak?” saya memulai obrolan dengan bertanya ke pak Satpam yang menjaga pintu pesta Jepang dilaksanakan.
“Banyak sekali, dari jam 12 tadi mulai berates-ratus mi orang datang,” ujar salah seorang pak Satpam yang berdiri menjaga pintu masuk.
Melihat keramaian ini, saya sempat berpikir untuk pulang saja. Sudah hadir tapi tidak jadi masuk kan sayang. Selain itu Om Bush sangat tertarik dengan pesta Jepang ini.

Setelah melewati pintu masuk, kerumunan anak-anak muda membuat kita tidak bebas melenggang memasuki ruangan utama. Diantara anak-anak muda itu ada yang menggunakan kostum anime dari Negeri Sakura. Di dalam ruangan utama, terdapat panggung di sebelah kiri pintu masuk, di depan panggung berjejer kursi-kursi yang diisi pengunjung yang antusias menikmati hiburan yang tersaji. Di sebelah kanan kiri dan kiri depan panggung terdapat beberapa stand. Saya dan Om Bush mendatangi 4 stand.

Stand JICA (Japan International Cooperation Agency) adalah stand paling pertama yang kami kunjungi. JICA merupakan sebuah lembaga yang didirikan pemerintah Jepang untuk membantu pembangunan negara-negara berkembang. Dari beberapa poster yang tertempel di dinding, salah satu bentuk program JICA adalah pinjaman ODA atau yang dikenal dengan istilah pinjaman Yen. Bentuk pinjaman bilateral pemerintah Jepang ini memiliki persyaratan lunak, yaitu pengembalian jangka panjang dan berbunga rendah. Sedangkan kerja sama  antara Provinsi Sulawesi Selatan dan Jepang yang dinamakan Kerjasama silver contohnya adalah perjanjian peminjaman antara Pemerintah Indonesia dan Jepang pada pembangunan Instalasi pengolahan Air (IPA) Somba Opu yang ditandatangani pada tahun 1993 dan selesai pada tahun 1998.


Bergeser dari stand JICA, saya mendatangi stand Kerajinan Tangan Daur Ulang. Yang menarik dari stand ini adalah barang-barang yang dipamerkan merupakan barang yang dibuat oleh siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Makassar. Barang-barang yang dipamerkan adalah barang kerajinan tangan yang telah di daur ulang dari barang-barang yang telah dianggap sebagai sampah. Misalnya keranjang yang dibuat dari gelas plasti bekas minuman, botol kaca yang disulap menjadi hiasan setelah diwarnai. Salah satu kreasi yang paling menarik adalah gaun yang dibuat dari Koran bekas, lengkap dengan hiasan rambutnya.
Green games, adalah stand berikutnya yang  saya datangi. Games? Berarti permainan dong yah? Betul sekali. Di sini kita diajak bermain sambil mengenali jenis sampah. Diilustrasikan sebuah taman dengan rumput hijau yang penuh sampah. Rumput hijau ini dibuat dari kain flanel. Sementara jenis sampahnya berasal dari guntingan gambar, seperti kaleng bekas, plastik, kardus, smpah organik, kaca dan sampah lainnya. Tiap gambar sampah ini diberi perekat agar menempel di kain flanel tadi. Di belakang gambar sampah diberi warna. Warna-warna ini disesuaikan dengan penutup miniatur tempat sampah. Cara bermainnya, kita dipersilahkan mengambil sampah yang tertempel di rumput hijau. Kemudian perhatikan warna dibelakang sampah yang kita ambil. Tempatkan sampah di tempat sampah yang penutupnya senada dengan sampah yang kita ambil. Misalnya saya mengambil sampah kaleng, karena dibelakang sampah itu terdapat warna kuning maka saya harus meletakkan kaleng ini ditempat sampah yang berpenutup kuning. Permainan ini sangat cocok digunakan untuk mengajarkan anak-anak untuk membedakan jenis sampah. Tapi kenyataannya pembagian sampah berdasarkan kelompoknya masih sangat jarang dilakukan di Indonesia. Hal ini berbeda di Negara Jepang yang terbiasa mengelompokkan sampahberdasarkan jenisnya.

Di stand ini saya paling lama. Saya berkenalan dengan seorang volunteer asal Jepang yang bernama Emi Sekiguchi. Wanita bertubuh mungil ini sangat ramah. Perkenalan kami tidak disengaja. Saat berdiri di stand itu datanglah Emi dan Eka, teman relawan di komunitas Sobat LemINA. Saat meminta tolong ke Emi teman saya agar mengambil foto saya, Emi Sekiguchi dan Eka, tiba-tiba Emi Sekiguchi berkata bahwa namanya Emi juga. Emi Sekiguchi akan berada di Sulawesi Selatan tepatnya di desa Sampulungan selama 2 tahun sebagai relawan pada Bidang Pemberdayaan Masyarakat. Emi Sekiguchi dan 19 relawan lainnya bisa berada di Indonesia karena tergabung dengan JOCV (Japan Overseas Cooperation Volunteer) yang merupakan salah satu program JICA. Setelah berpamitan dengan Emi Sekiguchi, saya pun berpisah dengan Emi dan Eka.

Di stand terakhir, saya hanya berdiri memandangi beberapa orang yang memadati stand Pemeriksaan Kesehatan. Beberapa pengunjung antri untuk melakukan pemeriksaan kesehatan, ada pula yang antri konsultasi masalah kesehatan. Penjaga stand ini juga merupakan relawan JOCV bidang kesehatan. Kondisi ini tidak memungkinkan saya untuk masuk ke stand ini. Saya sekedar memandangi dari luar sampai akhirnya saya mengajak Om Bush untuk pulang.

Di jalan keluar terpasang bambu harapan, saya tidak tahu istilahnya. Saya cuma melihat ada bambu dengan daunnya yang lebat digantungi kertas kecil yang berisi harapan pengunjung.
Selain budaya dari luar, tetap jaga budaya Indonesia terutama Makassar

Begitulah bunyi salah satu pesan yang tergantung di tangkai daun bambu. Ditengah gencarnya gempuran budaya internasional masuk di negar kita ternyata masih ada anak muda yang memiliki pemikiran seperti ini.

“Pulang mi ki? Besok masih mau ki datang?” tanya Om Bush.
“Tidak ji”.
Kami pun beriringan menuju parkiran motor meninggalkan kemeriahan Nippon Day hari pertama.

Ahad, 28 Februari 2016

2 komentar:

  1. Bisa bahasa Indonesia itu Emi Sekaguchi?

    Serunya ya Ida, acaranya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iye kak lancar malah, tetap sih dengan dialek Jepangnya

      Hapus