Minggu, 22 Juni 2014

THE LIEBSTER AWARD #1: "Hadiah Persahabatan Untukmu"


Dianggap sahabat itu rasanya sesuatu lho... Apalagi sebagai pemula di dunia blogger dikirim Award seperti ini tuh tantangan banget.

The first... mau bilang terima kasih banyak buat Aida Al Fath udah mau jadiin saya sebagai sahabat dan men-tag saya dalam Liebster Awardnya. Big Hug and kecup deh hehehe...

Minggu, 15 Juni 2014

Yang Tak Terungkap


Assalamu’alaikum Pa…

Bersama Papa (2009)
Papa apa kabar? Ah bagaimana aku akan bertanya kabar? Sedang aku tahu pasti bagaimana engkau sekarang. Sebagai pelipur lara, cukuplah kukabarkan tentang kami padamu. Alhamdulillah aku sehat, Pa. Sangat sehat malah. Semua tentu berkat Allah melalui tanganmu. Merawatku kala masih bayi sampai kanak-kanak dengan segala macam sakit. Sampai akhirnya bertumbuh sehat sampai dewasa. Gelar kesarjanaan pun telah kugapai. Namun sayang toga kebanggaan itu tidak pernah kau kenakan. Mama pun sehat Pa, malah semakin sehat. Dia penuh dengan keikhlasan. Papa pasti sangat bangga padanya. Keihklasannya sudah pasti karena pengajaranmu. Kakak dan adik-adik pun sangat sehat. Mereka berjuang untuk kebaikan yang Papa tanamkan dan contohkan. Papa bisa bangga kan?

Pa, aku ingin bercerita tentang kecemburuan. Aku cemburu pada teman-teman yang dinikahkan oleh Bapak-bapak mereka. Aku iri pada mereka yang pernah Papa nikahkan saat menjadi penghulu ketika aku masih remaja. Aku tak ingin seperti mereka. Aku hanya ingin Papa sendiri yang menikahkanku dan menyerahkanku pada suamiku kelak. Kala itu aku tak habis pikir bagaimana bisa Bapak-bapak itu menyerahkan perwalian nikah anak-anak perempuan mereka kepada Papa?  Mengapa mereka tidak menjabat langsung tangan-tangan lelaki yang akan menerima pengalihan tanggung jawab dari pundaknya? Tapi kini apa bedanya aku dengan mereka? Pada saatnya aku pun akan menikah tanpa Papa sebagai waliku. Padahal aku hanya ingin Papa. Bukan karena Papa tidak bertanggung jawab, Papa bukanlah lelaki seperti itu. Tapi kemana akan kusampaikan kecemburuan ini? Ruhmu telah terlepas dari raga yang kehilangan bentuk. Jasadmu pun telah terkubur dalam heningnya perkampungan para mayat.

Bodohnya aku, Pa. Penyesalan terbesarku saat ini saat engkau telah benar-benar pergi. Seminggu sebelum kepergian Papa, aku membaca diagnosa dokter tentang kecurigaan kanker hati yang menyerangmu. Kukumpulkan beberapa artikel tentang penyakit itu dan semuanya mengatakan kematian sebagai akibatnya. Namun kuhapus semua itu dari pikiranku, itu hanyalah diagnosa yang pasti salah. Papa masih terlalu dini untu meninggalkan kami, umur Papa masih tersisa sepuluh tahun atau lebih. Aku menyesal, Pa. waktu itu harusnya aku percaya dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin dengan Papa. Mengapa aku sangat bodoh tidak memperlakukanmu dengan sebaik-baiknya. Padahal engkau mendatangiku di Makassar membawakan waktu yang hanya tersisa satu minggu itu sebelum Allah memisahkan kita. Aku menyesal tidak menemani Papa selama itu menikmati suapan demi suapan bubur yang siap termuntahkan setiap berhasil ditelan. Sepiring bubur akan tandas jika aku berada di sisi Papa bercerita segala hal dan tertawa riang. Rasa mual yang melarangmu untuk makan pun lenyap. Tapi aku lebih mementingkan pekerjaanku. Dan membiarkan Papa makan hanya satu-dua suap tanpa kehadiranku karena alasan pekerjaan. Andai bisa sehari Allah mengembalikanmu pada kami, akan kuluangkan waktu sehari itu untukmu. Menemanimu makan tiga kali sehari sambil bercerita dan tertawa.

Pa, katanya hari ini International Father’s Day. Sekalipun kita tidak pernah merayakannya kan? Kali ini aku benar-benar ingin merayakannya denganmu. 

“Terima kasih karena telah menjadi Papa untukku, aku sangat bangga menjadi anakmu.” 

Sepenggal kalimat yang kukirimkan pada nomormu yang dibiarkan aktif sampai sekarang. Namun kembali kepedihan itu seakan menyayat-nyayat hati tatkala, kubuka sms itu dan membaca pesanku sendiri. Padahal dulu saat Papa masih bisa membaca sms, Papa akan sering bertanya kepada Mama tentang kami yang jarang berkirim pesan padamu. Aku merasa hidupku hanya terisi sesalan dan sesalan.

Papa aku benar-benar bangga padamu. Dimanakah dan akankah kudapat lelaki sebaik engkau? Lelaki dengan iman yang kuat pada Tuhannya. Lelaki penuh cinta dan kasih pada istri dan anak-anaknya. Lelaki sabar yang menghadapi kecerewetan istri dan tingkah nakal anak-anaknya tanpa keluh. Lelaki yang rela berangkat subuh dan pulang malam demi memenuhi kebutuhan isteri dan anak-anaknya. Lelaki yang akan mengurus makan, pakaiannya sendiri dan kadang pakaian istri dan anak-anaknya saat Mama kewalahan. Lelaki yang peduli pada urusan iman orang-orang disekitarnya. Ahh tidak akan cukup kata-kata menggambarkan rasa banggaku padamu. Engkau adalah lelaki luar biasa. Sementara Papa hanyalah tamatan SMP tapi mampu mengantarkan Mama, Kakak, aku dan adikku meraih gelar sarjana.

Dan kebanggan itu tak berhenti saat jasadmu telah tak berbentuk. Pengakuan nenek makin menggunungkan kebanggan dan cinta untukmu. Papa adalah menantu kesayangan nenek. Sejak Papa menikahi Mama, Papa selalu menyisihkan uangnya untuk diberikan kepada nenek tanpa sepengetahuan mama. Mama dan kami hanya bisa menangis saat nenek bercerita setelah kepergian Papa. Papa pergi bersama rahasia dan nenek telah membocorkannya. Aku yakin Papa hanya akan tersenyum khas jika tahu nenek telah menjadi ember bocor tentang kabaikanmu sejak 1981 sampai 2012.

Papa, aku sangat mencintaimu. Maafkan jika perasaan ini hanya terpendam menjadi perasaan yang tak terungkapkan. Dan aku menyesal tidak pernah sekalipun mengatakannya. Semoga Al-Fatihah sehabis shalat tersampaikan padamu sebagai rasa cintaku padamu. Semoga Allah kembali mengumpulkan kita dalam keabadian dan kebahagiaan syurga, seperti janji Papa ke Mama dipenghujung maut di hari ke sepuluh bulan sebelas tahun dua ribu dua belas.

Makassar, 15 Juni 2014

Anakmu


Mujahidah Basarang  

Sabtu, 14 Juni 2014

Hujannya Tunda dulu Ya Allah

Ya Allah hujannya bentaran yah, pas sudah nyampe rumah. Doaku dalam hati saat turun dari angkot dan melihat langit sangat mendung dan angin bertiup kencang.

Sejurus kemudian aku tersenyum dengan doa itu. Aku membayangkan semua orang berdoa seperti itu. Setiap orang punya aktivitas masing-masing, sehingga jam pulangnya berbeda-beda. Jika Allah

Jumat, 13 Juni 2014

Perubahan Data KTP


      
“KTP harus dirubah!” kata Bapak yang menangani perubahan data di KOPERTIS sambil mencocokkan tempat lahir di ijazah dan KTP yang tidak sama. 

Selasa, 10 Juni 2014

Sop Kepala IKan



Bahan:
1 kg kepala ikan
2 cm jahe, haluskan

MIWF 2014, SAYA KECEWA!


Merasa berutang tapi tidak pada siapa, apa, dan berapa. Pokoknya harus jadi satu sebagai permulaan. Just do it!!!

Sepenggal kalimat di atas sungguh mewakili rasa saya setelah mengikuti closing ceremony Makassar International Writers Festival 2014 dan beberapa rangkaian acara sebelumnya. Saya merasa sangat berutang, berutang pada diri saya sendiri, jika dari acara besar saya tidak mampu menghasilkan satu tulisan. Maka mulailah saya menulis tentang MIWF 2014. Event kepenulisan tingkat internasional yang pertama kalinya saya ikuti. Namun sayang, saya harus kecewa karena acara besar ini.

Sebelum menguraikan kekecewaan saya, saya akan sedikit bercerita tentang MIWF. MIWF digagas oleh Ibu Lily Yulianty Farid. MIWF pertama kali diadakan tahun 2011 dan merupakan program tahunan Rumata’ Artspace. Acara ini digelar dengan suasana santai dan informal dengan beragam program. Sehingga menjadi ajang diskusi yang sangat menarik. 
Bagi saya pribadi, acara ini baru saya ketahui tahun ini. Awalnya saya membaca beberapa postingan di twitter dan facebook. Tapi saya belum tertarik sedikit pun untuk turut serta dalam acara ini. Cukup sekedar tahu. Karena saya tidak tahu acaranya seperti apa, bagaimana bisa nimbrung di sana, dan berbagai pertanyaan lainnya yang saya tidak berusaha mencari jawabannya. Bahkan bergabung di komunitas penulis pun belum bisa menjadi solusi untuk aktif di kegiatan kepenulisan seperti ini. Sampai akhirnya Kak Niar, ketua grup Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) Makassar memberikan penawaran kepada anggota grup untuk mendaftarkan diri di workshop penulisan cerita anak di MIWF. Pada workshop ini, Ibu Lily menyiapkan 10 kursi untuk anggota IIDN. IIDN keren! 
Setelah tiba waktu yang telah dijadwalkan, saya sebenarnya agak malas untuk ikut. Yah karena alasan klasik dan terlalu mengada-ada, alasan para pemalas. Panas dan rumah saya jauh. Hehehe… tapi sebagai bentuk pertanggungan jawab pada Kak Niar karena sudah mendaftar, saya berangkatlah dari rumah sekitar pukul 2 siang. Panaskan? Jam tidur pula  hehehehe... yah lebaynya sih dengan sedikit menyeret-nyeret kaki saya pun sampai di Main Hall Benteng Rotterdam 12 menit lewat dari jadwal acara. Tapi syukurlah acara belum dimulai.
Karena pemateri Clara Ng tidak bersedia hadir, maka workshopnya diganti An Authentic Story Teller. An Authentic Story Teller dibawakan oleh Gina S. Noer. Siapa dia? Dia adalah seorang penulis skenario. Dan skenario yang dibuatnya adalah film-film yang masuk list kesukaanku; Ayat-ayat Cinta dan Habibie Ainun. Bangga dan luar biasa, itulah perasaan yang seakan meledakkan morfin kabahagiaan di diri saya. Hari itu, saya berada diantara orang-orang hebat. Gina S. Noer menjelaskan beberapa point tentang how to be a story tellar? 1) Latihan, 2) Tahu apa yang penting untuk diceritakan, 3) Perfect practice makes perfect, 4) Pilih jalur yang benar, 5) Sadar kemungkinan pengembangan konten.  
Hari berikutnya, saya pun kembali hadir di cara MIWF 2014. Bincang-bincang dengan Prof. Janet Steele tentang Journalism Islam in Indonesia dan Malaysia Best Western Hotel. Prof. Janet Steele adalah peneliti jurnalisme yang membandingkan beberapa majalah dan koran terbitan yang ada di Indonesia dan Malaysia. Dengan bahasa Indonesia yang lumayan lanccar untuk dia menjelaskan tentang perbedaan besar jurnalisme Indonesia dan Malaysia. Termasuk perbedaan ideologi para wartawan kita dengan negara tetangga itu. Salah satunya anti kebohongan yang dianut wartawan-wartawan Malaysia. Sebagian dari mereka rela berhenti dari pada menyajikan berita yang tidak sesuai dengan fakta. Nah bagaimana dengan wartawan di negara kita?  
Jejak kita lanjutkan ke Benteng Rotterdam. Berikutnya Book Launch and Discussion: TAKDIR The Biography of Prince Diponegoro. Buku ini dikarang oleh Peter Carey. Di dalam buku ini dipaparkan tentang Pangeran Diponegoro dalam segala aspek. Pangeran Diponegoro seorang yang agamis. Termasuk kelemahan Pangeran Diponegoro terhadap wanita. Mengumpulkan informasi tentang Pangeran Diponegoro dan menyusunnya dalam sebuah buku berjudul Takdir mempertemukan Peter Carey dengan takdirnya menikahi salah seorang wanita Jawa. Di benak saya muncul pertanyaan mengapa yang banyak tertarik pada sejarah kita adalah orang-orang asing, mengapa kita sebagai warga negara Indonesia seakan lebih suka melupakan sejarah kita sendiri? Produk-produk luar negeri lebih menarik untuk kita simak. Ataukah pertanyaan itu hanya tertuju kepada saya, seorang penggila K-Drama?
Tanggal 7 Juni 2014. Hari terakhir pelaksanaan MIWF 2014. Jadwal pelaksanaan MIWF ditangan saya menjadi sangat lecek.  Mata saya bolak-balik membandingkan Book Launch, Indonesian Literary Communities dan Workshop tentang Travel. Haaaah susahnya memutuskan harus mengikuti yang mana, waktu pelaksanannya bersamaan pukul 16.00. Dan akhirnya pilihan saya jatuh ke …. Eng…ing…eng… apa itu? Hahaha… Pemenangnya adalah Indonesian Literary Communities. Di acara ini menghadirkan 6 penulis undangan dari berbagai kota. Amaya Kim, Pringadi AS, Saddam HP, Deddy Arsya, Louie Buana dan Ran Jiecess. Mereka bercerita tentang kebutuhan penulis akan komunitas. Namun Deddy Arsya berbeda dari yang lainnya, penulis dari Padang. Dia menjamin lima tahun terakhir ini tidak ada komunitas yang bertahan di Padang, kecuali di kampus–kampus. Untuk berdiskusi tentang karya sastra cukup ke kedai-kedai (kita menyebutnya CafĂ©). Dia sangat mengkhawatirkan penulis-penulis dan karya sastra di Padang akan musnah jika seperti ini.      

Hanya ini acara MIWF yang sempat saya ikuti.
***

 “Waow keren, saya ingin ikut ini, ini, ini, dan ini,” kataku pada seorang teman sambil memberi tanda contreng pada beberapa workshop, book launch, dan beberapa acara lainnya di selebaran jadwal MIWF.
Tapi tiba-tiba mataku terbelalak melihat waktu pelaksanaannya. Acara yang sudah kutandai untuk diikuti ternyata bersamaan antara satu dengan yang lain. Ahhh saya benar-benar kecewa pada MIWF, terlalu banyak acara yang ingin saya ikuti. Tapi waktu yang ‘bertabrakan” memaksa saya untuk memilih dan mengabaikan acara yang lain.
Acara ini terlalu keren. Terlalu menarik untuk dilewatkan. Sukses untuk MIWF berikutnya. Semoga umur panjang masih menjadi milik kita sehingga di tahun mendatang kita bisa kembali duduk bersama dalam perbincangan yang luar biasa. Satu pi harapanku gang, tahun depan saya ingin menjadi salah satu volunteer untuk MIWF. (Muj)