Kamis, 28 November 2013

E C C E'

Alhamdulillah... 
Pujian itu terucap senang dari mulut-mulut kami yang telah menunggu dengan cemas penuh harap. Sebuah kehidupan baru dimulai hari ini. Sesosok manusia mungil terlahir, setelah berikrar pada Tuhannya, Allah SWT untuk hidup dan menghamba hanya padaNYA. Kakak ipar (agak sungkan sebenarnya menyebutnya demikian, karena umur saya lebih tua setahun, tapi dia adalah istri kakak saya so it's fine kita sebut demikian) telah melahirkan. 
Baby yang imut, teman-temen sih menyebutnya unyu'. 
Postingan ini late post sebenarnya, karena baby cantik itu terlahir di tanggal dua puluh tiga november dua ribu tiga belas setengah tiga siang. Tapi nggak apa-apalah, kesempatannya nulis baru ada.  Hahaha...
Kedengarannya hanya mencari alasan dan mungkin benar. 

Kita lanjut.
Ummi dan Abah adalah panggilan yang disepakati oleh kakak dan istrinya untuk kelak anak-anak mereka memanggilnya. Sehari sebelum kelahiran si baby, Ummi mulai merasakan kesakitan. Rasa mules yang tak tertahankan. Ini hanya rasa sakit versi kata orang-orang, belum pernah ngerasain sih. Berdasarkan pemeriksaan sebelumnya, bidan mengatakan semua normal saja jadi melahirkannya nggak usah ke rumah sakit. Akhirnya Ummi dibawa ke PUSTU, Puskesmas Pembantu. Malam telah berlalu berganti pagi yang dingin. Matahari terus menanjak, memanaskan alam semesta. Tapi tanda si baby akan meninggalkan tempat nyaman di rahim Ummi belum jua terlihat, padahal pembukaannya sudah lengkap. 

Bumi terus berotasi menurunkan suhu matahari seiring sore menjelang.Setengah tiga siang menjelang sore, hp saya terus berdering, tapi karena terkungkung ruang oleh aktivitas defekasi (hehe...) saya tidak bisa menjawab telpon itu. Ternyata Mamaku. Karena nggak menjawab, Mama menelpon adik sepupu saya. Mama mengabarkan kelahiran cucu pertamanya. Senang itu menyeruak, kegirangan yang tak terkira. Rasanya nggak sabar melihat baby itu, seperti siapa rupanya, secantik apa, dan beragam pertanyaan lain dibenak. 

Berat dua koma lima kilogram, panjang empat puluh tujuh sentimeter, perempuan. Hanya itu informasi yang diberikan Mama. Tapi penasaran itu lumayan terjawab. Abah memposting sebuah foto si baby cantik. Huaaaaa....melihatnya pertama rasanya melihat Mama versi baby. Tapi ternyata pandangan orang lain berbeda, katanya lebih mirip saya. 

Di daerah kami bayi yang baru lahir baru akan diberi nama setelah diakikah, jadi nama sementara akan disematkan pada mereka. Bayi laki-laki dipanggil Aco' dan bayi perempuan dipanggil Ecce'. Yah Ecce' adalah cucu pertama di keluarga kami.

Kelahiran Ecce' memberikan kebahagian untuk kami. Namun disudut hati terselip duka. Ecce' terlahir tanpa disaksikan kakek dari pihak Abahnya. Kakek yang sangat luar biasa, laki-laki hebat tiada duanya. Betapa saya merindukan beliau, sehari saja jika bisa meminta mengembalikannya ditengah kami, maka sedetikpun saya tidak akan menyiakannya. Selalu itu yang menjadi penyesalan ditinggal orang terkasih. Papa saya telah kembali ke Penciptanya setahun yang lalu, sepuluh november dua ribu dua belas. Lahirnya Ecce' satu tahun tiga belas hari setelah Papa meninggal. Ecce' datang setelah Papa pergi, semoga Ecce' bisa menjadi pelanjut cita-cita Papa dan kita semua. Aamiin

Kamis, 21 November 2013

Kiat Menulis Ala @Dedhi_Suharto

Lengang, saya memilih duduk di pojokan kampus, bangku hijau di depan kantor. Mahasiswa masih "terkunci" di kelas mereka dengan ilmu yang bertumpuk-tumpuk dari orang yang mereka tuakan. Kita menyebutnya dosen. Angin berhembus, sangat menyegarkan memancing mata meredup kantuk. 

Saya coba membuka twitter, berharap kantuk akan terusir. Dan benar juga, saya menemukan tweet-tweet Pak @Dedhi_suharto yang sangat menarik, syarat ilmu. Sangat cocok untuk saya dan orang-orang yang mulai mencoba menjadi penulis produktif, sekalipun masih pemula. Saya pikir dari pada tweet-tweet ini kemudian menghilang tertimbun tweet-tweet baru, lebih baik saya copy untuk diposting di blog. Pastinya minta izin yang punya dong (tapi belum di RT). Dengan harapan postingan ini akan sangat bermanfaat buat saya dan teman-teman yang sedang belajar. Dan semoga menjadi amal jariyah yang tidak terhenti untuk Pak @Dedhi_Suharto Aamiin. Selamat membaca....

"Bismillahirrahmanirrahim, menulis itu gampang asal tahu kiat-kiatnya. Berikut adalah kiat-kiat menulis berdasarkan pengalaman menerbitkan buku.

Pertama, memiliki kosa kata. Sebab kata adalah bahan baku sebuah tulisan. Semakin banyak kosa kata, semakin baik. Kosa kata didapatkan dari komunikasi pergaulan, baca buku, atau dari kamus.

Kedua, memiliki ide yang akan ditulis. Tanpa ide, tak ada motivasi merangkai kata mengikat makna. Sesuatu yg baru itu terkait ruang dan waktu. Di ruang yg satu ia lama, di ruang lain ia baru. Di satu waktu ia lama, di waktu lain ia baru. Bagaimana menemukan kebaruan? Bisa karena bertambahnya pengetahuan akan sesuatu. Bisa juga karena pengalaman. Kebaruan juga bisa didapatkan dari proses berpikir. Semakin banyak berpikir, semakin banyak kebaruan yang muncul. Karena itu mestinya banyak ide yang bisa kita tulis. Kecuali kita malas bergaul, malas bepergian, dan malas berpikir.

Ketiga, tuliskan ide apa adanya. Jangan berpikir seperti editor. Tetaplah berpikir sebagai penulis.
Jangan pernah merangkap sebagai penulis sekaligus editor dalam satu waktu. Pisahkan 2 peran itu. Penulis tugasnya menulis, editor tugasnya mengedit (memperbaiki). Bila terpaksa merangkap, pisahkan waktunya. Buku kedua saya, NQ, saya hanya menulis. Editornya seorang jurnalis Voice of America. Keren kan, hehe... Buku ketiga saya, KQ, saya yang menulis sekaligus saya yang mengedit. Tapi waktu menulisnya beda dengan waktu mengedit. Berakit-rakit ke hulu, berenang2 ke tepian. Menulis-nulis dahulu, mengedit-edit kemudian.
Apakah kalau edit diserahkan ke orang lain kita mesti bayar? Biasanya iya. Seperti buku My Dad in My Life, kumpulan cerita ayah alumni STAN. Tapi bisa juga bila hubungan kita baik dgn editor, kita bisa mendapatkan editan yang free. Seperti buku NQ saya. Itu karena hub baik. Alternatif yang jelas gak bayar ya mengedit sendiri. Seperti buku QQ, KQ, dan insya Allah novel saya Allah Itu Dekat yang direncanakan terbit. Untuk itu perlu ketrampilan mengedit naskah. Ketrampilan dasar mengedit yang harus kita miliki adalah membuat kalimat efektif. Bila saat menulis cuekin aja kalimat efektif atau tidak, maka saat mengedit efektif atau tidak kalimatnya perlu kita pelototin benar-benar. Panduan menulis kalimat efektif yang saya rekomendasikan adalah buku tipis Kalimat Efektif karangan Abdul Razak terbitan Gramedia thn 1980. Buku ini sangat bagus dan telah membantu saya mngedit skripsi, tesis, 3 buku, bahkan membantu mengedit draft novel saya Allah Itu Dekat. Masalahnya saya tidak yakin apakah buku Kalimat Efektif ini masih ada di Gramedia. Mungkin anda bisa cari di perpustakaan terdekat. Tapi bisa saya share inti dari buku Kalimat Efektif itu: bahwa kalimat kita akan efektif bila ditulis dengan variatif. Di situlah saya paham mengapa dulu kita diajari kalimat tunggal dan kalimat majemuk, kalimat langsung dan kalimat tak langsung, dll. Bila kalimat-kalimat kita semuanya ditulis dengan kalimat-kalimat tunggal, mungkin mudah membacanya tapi jadi membosankan. Bila kalimat2 kita tulis semuanya dengan kalimat majemuk, maka kita terlihat hebat dalam menyusunnya, tapi pembaca kesulitan tarik nafas. Gabungan antara kalimat tunggal dan kalimat majemuk menjadikan kalimat-kalimat kita sebagai tarian indah, yang kadang lambat dan kadang menghentak. Dengan panduan buku Kalimat Efektif Abdul Razak, naskah Keluarga Qur'ani saya diterbitkan Gramedia tanpa banyak editan lagi. Saat mengedit, kita harus menjaga jarak dengan naskah kita. Anggap saja itu naskah orang lain. Jadilah pembaca naskah kita saat mengedit. Jangan jadi penulis. Sehingga bila kalimatnya tidak efektif, kita tak sungkan mengeditnya jadi efektif. Kadang kita senyum-senyum sendiri saat mengedit. Ketauan bahwa kita suka bertele-tele menulis kalimat. Tapi it's ok bro. Saya anjurkan kita mau menjadi editor tulisan kita sendiri. Mengapa? Karena itu berarti kita belajar banyak dari kesalahan saat menulis. Pengalaman dari mengedit itu akan meningkatkan kemampuan menulis kalimat efektif. Jadi saat menulis berikutnya akan lebih baik. Itu bukan berarti saat menulis mikirin kalimatnya sudah efektif atau tidak. Kalau seperti itu kita terjebak jabatan rangkap penulis dan editor. Tapi biarkan alam bawah sadar kita menulis kalimat-kalimat efektif tanpa kita pedulikan. Nanti kita cek saat mengeditnya setelah rampung. Semakin banyak kalimat yang telah efektif saat menulis, semakin sedikit pekerjaan kita saat mengedit. Tapi biarkan itu tanpa kita sadari. Tapi bila kita mikirin kalimat efektif saat menulis, ya siap-siap terkena jebakan rangkap penulis dan editor. Bisa putus asa, tulisan terbengkalai. Selain variatif dalam kalimat, saat mengedit kita perlu variatif dalam diksi, pilihan kata. Karena itu banyakin kosa katanya. Juga perlu dipikirkan apakah tulisan kita sudah "menggerakkan". Semakin bermakna yang kita tulis, semakin menggerakkan. Tulisan kita bermakna bila setiap kalimat yang kita tulis memberikan kebaruan. Kalau hanya mengulang, ia kehilangan makna. Pastikan bahwa tanpa paragraf tersebut tulisan kita akan "cacat". Pastikan tanpa kalimat tersebut paragraf kita akan "cacat". Itu bukan berarti bahwa kita tidak boleh melakukan pengulangan. Pengulangan yang tepat menimbulkan penegasan. Dan itu sebuah kebaruan. Boleh jadi setelah kita edit, akan banyak paragraf yang rontok dan banyak kalimat yang tumbang. It's ok. Wah, tulisan kita jadi semakin pendek dong? Ya, gak apa2. Memang baru bisa menulis pendek ya jangan dipaksakan panjang. Tambahin idenya. Seperti draft novel Allah Itu Dekat. Setelah saya edit tahap pertama jadi tulisan pendek. Saya cari lagi ide tambahan. Lama gak dapat ide tambahan, tiba-tiba saya bertemu seseorang. Kami ngobrol. Ternyata ide muncul dari obrolan itu. Akhirnya draft novel Allah Itu Dekat pun bisa menjadi draft buku yang cukup tebal.Saat mengedit naskah, jangan segan-segan untuk mengedit ulang. Semakin kita edit ulang, semakin bagus karya kita.

Rupanya kita sudah masuk kiat keempat yaitu mengedit naskah. Maaf kelupaan memberi poinnya tadi.

Kelima, kuasai teknik jeda menulis untuk tulisan panjang. Lakukan jeda pada saat yang benar. Lakukan jeda sebelum suatu bagian selesai ditulis, atau sesaat setelah masuk ke bagian berikutnya. Banyak penulis pemula terjebak berhenti pada saat akhir suatu bagian ditulis. Itu ibarat jatuh di sebuah parit yang dalam. Kiat mengatasinya, jeda-lah sesaat sebelum suatu bagian diakhiri. Atau lanjutkan ke bagian berikutnya, tulis beberapa paragraf, lalu berhenti. Ibarat terhalang parit, ambil ancang-ancang untuk melompatinya. Setelah terlompati baru brhenti. Atau istirahat dulu beberapa meter sebelum parit. Dengan demikian, saat menulis terus ada azan, tinggalkan saja untuk sholat. Jangan komen, Lagi tanggung. 

Keenam, rencanakan akhir dari tulisan anda. Caranya? Buatlah outline. Atau setidak-tidaknya judul bab/bagian. Dengan demikian anda bisa menyelesaikan tulisan anda. Bila tidak direncanakan, anda akan mengakhirinya. Ini tidak berarti tidak bisa berubah. Ketika ada ide tambahan yang signifikan mengubah naskah, tulis ulang outlinenya. Jadi berubah boleh tapi tetap terkendali.
End.

60 tweet jadinya segini.
Wah... Kok sekeliling jadi sangat ramai? Ohhh...rupanya mahasiswa sudah istirahat. Dan kantuk sudah benar-benar pergi. Ngumpulin plus edit tweet-tweet juga sudah. Waktunya posting dan share.

Ok sudah dulu yah, saya pamit mau jumpa fans (baca: ketemua anak PA). 
Semoga kita dilimpahi kesehatan selalu Aamiin.